Oleh: Muhyiddin Abror
Mahasiswa Universitas Al-Ahgaff, Hadramaut, Yaman
PERNAHKAH Anda merasa jenuh dan bosan, sehingga mencari suatu hiburan tertentu untuk menghilangkannya? Terlebih di zaman millenial yang menawarkan beragam bentuk hiburan agar kita terbebas dari stres. Kenapa? Hiburan sangat identik dengan kelezatan dan kenyamanan yang dapat mengobati jiwa yang jenuh.
Jika beberapa tahun silam hiburan akan kita temukan di dunia nyata saja, saat ini hiburan justru berserakan di dunia maya. Setiap orang bisa dengan mudah mengakses hiburan apapun yang ia inginkan via internet, baik berupa tulisan, foto, musik, video, dan sebagainya. Namun sayangnya, hiburan-hiburan berbau negatif masih banyak bertebaran di medsos, yang kemudian menjadi konsumsi umum. Tentu, hal-hal seperti itu sejatinya bukanlah sebuah hiburan, melainkan hanyalah malapetaka yang dibungkus dengan tipuan muslihat hawa nafsu.
BACA JUGA: Blockley: Liburan-ku Membawa Hidayah
Imam Abu Hayyan At-Tauhidi mengatakan bahwa jiwa kita akan merasakan bosan layaknya badan kita yang terkadang terasa lelah. Sebagaimana badan yang membutuhkan istirahat untuk menghilangkan rasa lelah, jiwa kita juga ketika bosan dan suntuk membutuhkan istirahat. (lihat: Imam Abu Hayyan At-Tauhidi, Al-Imta wa Al-Muanasah hal: 47). Untuk itu, setiap kali jenuh kita akan mencari hiburan untuk menetralkan jiwa, agar semangat lagi beraktivitas.
Islam adalah agama yang selaras dengan naluri dasar manusia. Seperti halnya dalam masalah hiburan yang merupakan kebutuhan dasar yang tidak bisa dipungkiri. Islam memberikan kebebasan untuk mencari hiburan apapun, selama tidak bertentangan dengan norma-norma Islam. Karena, hiburan apapun yang keluar dari norma-norma Islam, sejatinya adalah bumerang yang dapat membahayakan psikis maupun sosial. Untuk itu, kita harus pintar memilah dan memilih hiburan mana yang layak kita nikmati untuk menghilangkan rasa jenuh.
Namun, jika menilik sejarah para salaf-saleh, kita akan menemukan interpretasi tentang hiburan yang berbeda. Bagi mereka, hiburan adalah sesuatu yang dapat mengantarkan mereka menuju kebahagiaan yang hakiki. Sebagaimana yang dirasakan oleh Nabi kita Saw, “Wahai Bilal, berikanlah kami Istirahat dengan mendirikan shalat”. (lihat: musnad al-Imam Ahmad [38/178]). Beliau juga pernah bersabda, “Rasa senang-Ku, kurasakan dalam Shalat”.(lihat: al-mustadrak ‘ala as-Shahihain li al-hakim [2/174]).
Untuk itu, siapa pun yang memahami dan merasakan esensi ibadah seperti itu, pasti akan merasakan hal yang sama sebagaimana yang Nabi kita rasakan. Salah satu dari mereka berkata,”Hadir di hadapan Allah adalah Surga, melalaikan-Nya adalah Neraka, dekat dengan-Nya adalah sebuah kelezatan dan jauh dari-Nya adalah sebuah kerugian”. (lihat: As-syakrani, at-Thabaqat al-Kubra [1/132]). Imam Abu Sulaiman berkata,”Jangan heran jika seseorang tidak bisa merasakan lezatnya ketaatan, tapi heranlah jika seseorang sudah merasakan lezatnya ketaatan, namun ia kemudian meninggalkannya, bagaimana ia bisa tahan meninggalkannya”. (lihat: Hilyah al-Auliya wa Thabaqat al-Ashfiya[9/262]).
Banyak di antara mereka juga yang hanyut dalam kelezatan memperluas wawasan ilmu. Ibnu Syumail berkata, “Seseorang tidak akan merasakan kelezatan ilmu sampai pada kondisi ketika ia lapar, akan lupa dengan rasa laparnya karena lezatnya ilmu”. (lihat: tadzkirah al-Huffadz [1/229]). Bahkan, Jabir bin Abdullah RA rela menempuh perjalanan satu bulan hanya untuk mendapatkan satu hadist dari Abdullah bin Unais RA. (lihat: Syekh Abdul Fatah Abu Ghudah, Shahafat min Shabri al-Ulama hal: 44)
BACA JUGA: Kunjungi Istiqlal, Ayana Moon: Cara Terbaik Menghabiskan Liburan Saya
Mencapai apa yang mereka capai adalah cita-cita terbesar yang harus kita tanamkan dalam diri kita. Dengan memulai sedikit demi sedikit dalam meniru akhlak mereka, merupakan batu lonjakan pertama untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki.
Jika kita menganggap pentingnya sebuah hiburan, maka kita tidak boleh melalalaikan tuntutan utama yang harus kita penuhi sebagai makhluk. Dan kita harus belajar mengontrol diri untuk menghindari hiburan-hiburan yang melanggar norma-norma Islam, karena hanya akan berakhir pada sebuah penyesalan saja. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.