DI MASYARAKAT kita, bisanya jika ada kematian seorang muslim, maka salah satu cara untuk menyebarkan berita kematiannya dengan mengumumkannya di masjid dengan menggunakan pengeras suara. Hal ini dirasa lebih pratis, lebih cepat, serta menjangkau banyak orang yang berada di sekitarnya.
Namun, apakah sebenarnya hukum masalah ini? Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan –hafidzahullah- pernah di tanya tentang hukum masalah ini. Berikut teks pertanyaan dan jawabannya:
BACA JUGA: Selalu Berkaca Diri… Oh Ibu, Kematian Sangat Dekat
SOAL:
السؤال : ما حكم إعلان وفاة العلماء و غيرهم عبر الإنترنت و عبر وسائل الإعلام هل هذا نعي أم لا ؟
“Apa hukum mengumumkan kematian ulama’ ataupun selain mereka via internet dan berbagai mass media termasuk an-na’yu (ratapan yang dilarang) ataukah tidak?”
JAWAB:
الجواب : الإخبار عن وفاة المسلم لأجل أن يدعى له و يصلى عليه لا بأس به, و ليس هو من باب النعي المحرم لأن النبي –صلى الله عليه و سلم – لما مات النجاشي –رضي الله عنه – أخبر أصحابه بأنه مات, و خرج هو و أصحابه و صلى عليه صلاة الغائب فإخبار عن موت ميت سواء في الصحف أو في المساجد أو في الإنترنت. الإخبار عنه بغرض الدعاء له أو الصلاة عليه لا بأس به. أو بغرض إن كان له حق أو دين يأتي و يستوفي حقه لا بأس بذلك, أما الإخبار عنه من باب الجزع هذا لا يجوز لأنه نياحة
BACA JUGA: Macam-macam Manusia dalam Mengingat Kematian
“Mengkabarkan tentang kematian seorang muslim agar dido’akan dan dishalatkan, maka tidak mengapa (boleh). Bukan termasuk dari masalah ratapan yang diharamkan. Karena nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tatkala raja Najasyi meninggal, beliau mengabarkan kepada para sahabatnya sesungguhnya dia telah meninggal. Lalu beliau dan para sahabatnya keluar dan menyalatkannya dengan shalat ghaib. Maka mengabarkan tentang kematian seorang mayit, baik di koran-koran, atau DI MASJID, atau di internet, mengabarkan tentangnya dengan tujuan untuk dido’akan dan dishalatkan, maka tidak mengapa (boleh). Atau untuk tujuan , jika dia memiliki hak atau hutang (agar) seorang datang dan melunasi hutangnya, maka ini tidak mengapa. Adapun pengabaran tentang (kematian)nya sebagai bentuk keluh kesah/tidak sabar, maka ini tidak boleh, karena termasuk an-niyahah (ratapan yang dilarang).” [Al-Ijabat Al-Muhimmah : 2/197].
Demikian. Semoga bermanfaat. Barakallahu fiikum.