Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Saya mau tanya ust, bagaimana hukumnya seorang istri yang dilarang oleh ibunya untuk pulang kerumah suaminya? padahal suaminya dikenal sebagai seorang yang sangat baik dan taat beribadah… dan si istri pun menuruti ibunya daripada suaminya.
Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
HAMBA ALLAH
PERLU diketahui, dalam membina rumah tangga, Islam memiliki konsep yang berbeda dengan konsep keluarga menurut Barat, maupun Timur. Berdasarkan penggalian berbagai nas, bisa disimpulkan konsep kehidupan suami istri dalam Islam adalah sebagai berikut:
Pertama, kehidupan suami istri adalah kehidupan yang menghasilkan ketenangan. Pergaulan suami istri adalah pergaulan yang penuh persahabatan;
Kedua, kepemimpinan suami terhadap istri adalah kepemimpinan yang bersifat tanggung jawab atau mengurusi, bukan kepemimpinan seperti seorang penguasa atau pejabat;
Ketiga, seorang istri diwajibkan taat, dan seorang suami diwajibkan memberi nafkah yang layak, menurut standar kebiasaan;
Keempat, suami istri bekerja secara harmonis dalam melaksanakan tugas-tugas rumah tangga;
Kelima, suami berkewajiban melaksanakan seluruh tugas-tugas yang dilakukan diluar rumah, sedangkan seorang istri berkewajiban melaksanakan seluruh tugas-tugas yang ada didalam rumah sesuai dengan kemampuannya. Suami wajib menyediakan pembantu dalam kadar yang memadai untuk membantu pekerjaan rumah tangga yang tidak dapat dilaksanakan istri. (Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, bag. I, hal. 334-340)
Dalam konteks pertanyaan saudara, bisa diuraikan sebagai berikut:
Pada intinya, jika seorang istri keluar tanpa seizin suaminya, maka perbuatannya termasuk kemaksiatan, dan dia dianggap berbuat nusyûz (pembangkangan) sehingga tidak berhak mendapatkan nafkah dari suaminya. Ibn Baththah menuturkan sebuah riwayat dalam kitab Ahkâm an-Nisâ’ yang bersumber dari Anas ra. Disebutkan bahwa, ada seorang laki-laki bepergian dan melarang istrinya keluar rumah. Kemudian dikabarkan bahwa ayah wanita itu sakit. Wanita itu lantas meminta izin kepada Rasulullah saw agar dibolehkan menjenguk ayahnya. Rasulullah saw kemudian menjawab: “Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah dan janganlah engkau melanggar pesan suamimu.” Allah kemudian menurunkan wahyu kepada Nabi saw: “Sungguh, Aku telah mengampuni wanita itu karena ketaatan dirinya kepada suaminya.” (Lihat: Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Dar al-Fikr – Beirut, 1405 H, juz VIII, hal. 130). Berdasarkan dalil inilah para fukaha berkesimpulan bahwa seorang istri dilarang untuk keluar rumahnya kecuali seizin suaminya.
Jika dalam pandangan syara’ seorang istri diharamkan keluar rumah tanpa izin suaminya, lalu bagaimana dengan seorang istri yang menolak pulang rumah, karena lebih patuh dengan ibunya, padahal Islam mewajibkan istri harus taat kepada suaminya?
Tentunya hal ini berpulang pada dua hal:
Pertama, jika sang istri tidak mau pulang karena alasan syar’i, misal: karena alasan kesehatan/perawatan, tidak diberi nafkah, khawatir di-zhalimi suami, khawatir agamanya terancam oleh suami, khawatir diperintahkan untuk maksiat atau murtad dll, maka si istri boleh menolak untuk pulang, hingga status keamanannya menjadi terjamin. Hal ini karena mengamalkan hadis Rasul saw:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
Tidak ada ketaatan kepada makhluk (manusia) dalam bermaksiat kepada Allah. (HR. Ahmad, 1041, 3694; at-Thabrani, Mu’jam al-Kabir, 14795)
Kedua, jika sang istri tidak mau pulang ke rumah sang suami, dan tanpa adanya alasan yang dibenarkan syar’i sedikitpun. Maka dalam hal ini sang istri telah melakukan keharaman, karena melanggar dua dalil sekaligus. Dalil wajibnya taat kepada suami dan dalil larangan keluar rumah tanpa izin suami. Maka hukumnya jelas haram.
Karena itu seorang suami harus pandai berkomunikasi, sehingga jelas alasan sang istri yang menjadikan ia enggan pulang ke rumah, khawatir jika sang istri belum bisa pulang karena alasan syar’i, namun ia belum bisa berkomunikasi dengan suaminya, sehingga sang suami harus bisa memaafkan dan saling mengerti. Wallahu a’lam. []