Oleh: Putri Irfani S, S.Pd
Aktivis Muslimah Dakwah Community
PENDIDIKAN adalah tolok ukur majunya sebuah peradaban bangsa. Keberhasilan pendidikan disuatu negara dapat dilihat dari kualitas generasi bangsa yang dihasilkan. Namun faktanya kerusakan para birokrasi hingga tatanan masyarakat kecil khususnya keluarga dan korupsi yang semakin tinggi, maka lembaga pendidikan bisa dikatakan telah gagal.
Hal ini menyebabkan dunia pendidikan yang semakin kehilangan esensinya. Di tambah lagi pengelolaan pendidikan yang diberikan kepada pihak swasta dan asing sehingga terjadilah kapitalisasi.
BACA JUGA: PBNU Tolak Penghapusan Pelajaran Pendidikan Agama di Sekolah
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mewacanakan akan mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenanga pengajar di Indonesia. menurut Puan, Indonesia sudah bekerjasama dengan beberapa negara, salah satunya dari Jerman. “Kami ajak guru dari luar negeri untuk mengajari ilmu-ilmu yang dibutuhkan di Indonesia,” ujar Puan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas, Di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Kamis (9/5/2019) (tirto.id).
Wacana Puan mengundang guru dari luar negeri membuktikan bahwa sistem pendidikan saat ini belum mampu mencetak guru berkualitas untuk mewujudkan generasi mandiri, tangguh, problem solver, dan memiliki skill dalam kehidupan.
Kemudian, pada tahun 2017 pemerintah akan menghentikan izin pendirian lembaga-lembaga pendidikan tinggi akademik dan mendorong pengembangan pendidikan tinggi kejuruan (Kompas, 29 Desember 2016). Tujuannya untuk sejalan dengan kepentingan dan meniru penyelenggaraan pendidikan tinggi di negara-negara maju telah menjadi pertimbangan utama.
Ini adalah bukti bahwa desain pendidikan tinggi Indonesia bersifat pragmatis, berorientasi pada peradaban Barat, serta tidak memiliki visi yang cukup untuk menghasilkan sumber daya manusia yang akan membangun negara dan memimpin peradaban. Apalagi Perguruan tinggi sedang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan industri atau pasar.
Misalnya, Agenda RI 4.0 menjadikan negara-negara Barat sangat berkepentingan terhadap pendidikan tinggi dan riset. Khususnya agenda ekonomi pasar bebas knowledge based economy (KBE), yang pada agenda KBE ini ilmu didudukkan hanya sebatas faktor produksi untuk pertumbuhan ekonomi dan World Class University (WCU) sebagai pilarnya.
Padahal WCU sendiri akan menimbulkan bahaya bagi sistem pendidikan. Yaitu menjauhkan peran intelektual yang selayaknya berkontribusi untuk umat. Namun berubah menjadi komoditas bisnis untuk dikomersialisasikan.
Kalau begini, kaum terpelajar bagaikan intelektual robot, di mana aspek intelektualitasnya dieksploitasi demi capaian ilmu pengetahuan sebagai komoditi ekonomi. Ironis, mereka hanya mampu menurut pada pemegang remote control dirinya, yaitu para pemilik dana riset.
BACA JUGA: Soal Kisruh PPDB, Pengamat: Dunia Menertawakan Pendidikan Indonesia
Maka, ketika lembaga pendidikan gagal mencetak sumber daya manusia berkualitas, kita perlu memformat ulang sistem pendidikan yang ada agar mampu mencetak manusia yang dapat menjadikan bangsa ini sebagai pemimpin dunia, bukan menjadi bangsa yang terjajah.
Sehingga, para kaum terpelajar di negeri muslim terbesar ini bisa mengaktualisasikan posisi mereka sebagai hamba sang khaliq dan konstribusi mereka sebagai penggerak perubahan. walaupun mereka harus melawan derasnya arus opini neoliberalisasi. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.