SETIAP manusia saat meregang nyawa mengalami sakaratul maut sebagaimana dijelaskan dalam ayat, “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”
Sakaratul maut berarti kesulitan dan kesukaran maut. Ar-Raghib berkata dalam al-Mufradat, “Kata sakar adalah suatu keadaan yang menghalangi antara seseorang dengan akalnya. Dalam penggunaannya, kata ini banyak dipakai untuk makna minuman yang memabukkan. Kata ini juga berkonotasi marah, rindu, sakit, ngantuk dan kondisi tidak sadar (pingsan) yang disebabkan oleh rasa sakit.”
Rasulullah SAW pernah mengalami sakaratul maut. Dalam sakit yang menjelang wafatnya, Rasul meraih cangkir kecil berisi air, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalanya untuk membasuh wajahnya. Beliau berujar, “Tiada Tuhan selain Allah. Sesungguhnya pada maut pasti ada sakaratul maut.”
Aisyah bercerita mengenai sakitnya Rasullah SAW, “Aku tidak melihat sakit pada seseorang yang lebih keras disbanding yang dialami Rasulullah SAW.”
Aisyah juga pernah masuk ke kamar ayahnya Abu Bakar yang sedang sakit menjelang wafatnya. Tatkala sakit itu semakin berat, Aisyah mengucapkan sebait syair:
Kekayaan tidak berarti apa-apa bagi seorang pemuda saat sekarat melewati kerongkongannya dan menyesakkan dadanya.
Lalu Abu Bakar membuka wajahnya dan berujar, “Bukan begitu, yang benar (mengutip sebuah ayat) ‘Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya’.”
Sudah pasti orang kafir akan mengalami maut lebih berat disbanding yang dialami seorang mukmin. Kami mengutip sebagian hadis dari al-Barra’ ibn ‘Azib, “Wahai jiwa yang busuk, keluarlah menuju kebencian dan murka Allah!” Lalu ia berpisah dari jasadnya dan si malaikat mencabutnya sebagaimana bulu wol yang tebal dan basah dicabut, dan bersamaan dengan itu terputuslah urat-urat dan syaraf-syaraf.
Al-Qur’an melukiskan betapa beratnya sakaratul maut yang dialami oleh orang kafir, “Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata, ‘Telah diwahyukan kepada saya,’ padahal tidak ada dwahyukan sesuatu (renggang) pun kepadanya, dan orang yang berkata, ‘Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.’ Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang lalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, dan para malaikat memukul dengan tangannya (al-mala’ikah basithu aidihim), (sambil berkata), ‘Keluarkanlah nyawamu! Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya’.”
Maksud ayat di atas, seperti dituturkan Ibn Katsir, adalah ketika malaikat azab memberi kabar kepada orang kafir tentang azab, belenggu, rantai, neraka Jahim, api yang panas membakar dan murka Allah, lalu si malaikat berusaha mencabut roh dari jasadnya, akan tetapi rohnya menolak keluar, maka malaikat memukul mereka sampai roh mereka keluar dari jasad, sambil berteriak, “Keluarlah nyawamu! Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar.” Ibn Katsir menafsirkan “wa al-mala’ikah basithu aidihim” dengan “memukul”. Makna ayat ini sama dengan makna ayat:
“Sungguh kalau kamu mengerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku,” dan:
“… dan mereka menjulurkan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti(mu).”
Beberapa tokoh menceritakan pengalaman sakaratul maut mereka. Di antaranya adalah Amru ibn al-‘Ash. Saat ia sekarat, anaknya berkata kepadanya, “Wahai ayahku, engkau pernah mengatakan, ‘Semoga saja aku bertemu dengan seorang laki-laki yang berakal saat maut menjemputnya agar ia melukiskan kepadaku apa yang dilihatnya!’ Sekarang, engkaulah orang itu. Maka ceritakanlah kepadaku!” Ayahnya menjawab, “Anakku, demi Allah seakan-akan bagian sampingku berada di ranjang, seakan-akan aku bernafas dari jarum beracun, seakan-akan duri pohon ditarik dari tapak kakiku sampai kepala.” Kemudian ia mengucapkan sebaris bait syair:
Aduhai, andai saja sebelum hal yang telah jelas di hadapanku ini terjadi aku berada di puncak gunung sambil menggembala kambing gunung.
Yang meringankan sakaratul maut
“Orang yang mati syahid tidak merasakan sakitnya terbunuh, kecuali seperti sakitnya dicubit.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi, an-Nasa’I dan ad-Darimi. Tirmidzi berkata, “Hadis ini hasan gharib.” []
Sumber: Ensiklopedia Kiamat/ Karya: Dr. Umar Sulayman al-Asykar/Penerbit: Serambi