QURBAN selalu identik dengan memotong hewan, seperti sapi, unta, kerbau dan kambing. Dengan beragam harganya yang tidak semurah membeli ayam atau kelinci, maka ibadah yang satu ini Allah khususkan kepada orang-orang yang mampu membeli hewan-hewan istimewa yang disebutkan tadi.
Bukan qurban namanya jika memotong daging ayam atau kelinci misalnya saat hari Idul Adha tiba. Pemotongan hewan itu seperti halnya memotong hewan sehari-hari. Karena hanya sapi, kerbau, kambing dan unta-lah yang disyariatkan oleh Islam.
BACA JUGA: Dan… Para Korban Gempa pun Berkurban
Bukan berarti bagi orang-orang yang tidak mampu tidak terbuka kesempatan untuk berqurban, bisa saja. Dengan menabung misalnya. Tidak ada yang mustahil bagi Allah.
Atau kalaupun masih belum mampu, kita masih bisa berqurban. Yakni berqurban menggunakan seluruh potensi dan fasilitas di jalan da’wah untuk menggapai ridho Allah semata. Inilah gambaran terkecil qurban jika kita tidak bisa berqurban hewan.
Lalu, apa bedanya berqurban dengan berkorban? Berqurban berarti mendekatkan diri dengan Allah SWT. Apakah begitu juga arti berkorban? Sayang sekali, berkorban berarti menjadi korban; menderita kerugian. Buruk bukan?
Maka berkorban di sini hanya akan berbuah kesia-siaan semata.
Dalam sebuah riwayat ada seorang sahabat Nabi yang bernama Miqdad. Saat itu dalam sebuah perang, Miqdad menjemput ajalnya. Para sahabat pun beranggapan jika Miqdad menjemput ajal dalam keadaan syahid, namun Rasulullah saw. membantahnya. Beliau menyebutkan bahwa Miqdad tidak meninggal dalam keadaan syahid, karena dia berperang hanya ingin disebut seseorang yang pemberani bukan atas dasar karena Allah.
Ada juga cerita tentang seorang laki-laki dari golongan muhajirin yang ikut berhijrah ke Madinah hanya karena hatinya condong kepada seorang perempuan bernama Ummu Qois. Dan memang pada saat hijrah itu Ummu Qois juga ada dalam rombongan tersebut.
Salah berniat akan mengubah kata qurban menjadi korban yang berakhir dengan kesia-siaan semata. Seperti debu di atas batu licin yang terkena hujan deras lalu hilang seketika tanpa bekas.
BACA JUGA: Berkurban, Apa Hukumnya?
Begitu juga ketika niat sudah diluruskan lalu apakah aturannya sudah benar atau belum? Seperti kisah salah satu sahabat Rasulullah saw., Abu Burdah saat menyembelih hewan qurban. Karena bersemangat dalam berbuat kebaikan, sahabat itu menyembelih hewan qurban sebelum shalat ‘Id dilaksanakan. Hingga akhirnya Rasulullah tegur dengan cara yang lembut, hewan yang sudah dipotong itu dimakan saja oleh keluarga karena itu hewan sembelihan biasa. Kemudian beliau memerintahkan sahabat tersebut untuk menyembelih hewan qurban setelah melaksanakan shalat.
Salah aturan pun akan menyebabkan sebuah amal shaleh atau ibadah menjadi kesia-siaan semata. Na’udzu billahi min dzalik. Semoga kita selalu dilindungi oleh-Nya, selalu istiqomah di jalan-Nya, menjadi seseorang yang mampu berqurban segalanya hanya untuk-Nya. []