JAKARTA–Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), Prof Din Syamsuddin berpendapat bahwa ada istilah-istilah yang tercantum di dalam Alquran tidak dapat dialihbahasakan.
Hal tersebut disampaikannya saat melakukan rapat pleno ke-41 yang membahas mengenai terjemahan baru Alquran 2019 bersama Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Kementerian Agama RI.
BACA JUGA: Kemenag Menyusun Terjemahan Alquran Edisi 2019 Ramah Disabilitas dan Gender
“kata khalifahdi dalam teks terjemahan Alquran. Kata khilafah juga, menurut dia, seyogianya tetap dibiarkan, tak perlu diganti-ganti dengan kata atau istilah lain,” ujarnya di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Din menjelaskan, di dalam surah al-Baqarah ayat 30, misalnya. Menurut teks terjemahan Alquran versi Kemenag edisi 2002, kata khalifah diberi catatan kaki. Dalam catatan kaki itu, khalifah bermakna ‘pengganti’, ‘pemimpin’, atau ‘penguasa.’ Memang demikian halnya keterangan dari berbagai kitab-kitab tafsir.
Ia berpesan terjemahan ini tidak dipengaruhi oleh pertimbangan non keagamaan, politik khususnya.”Sudahlah, ini murni keagamaan. Jadi umat tetap berpeganglah pada terjemahan dari kemenag,” pungkasnya.
BACA JUGA: Terkait Penyempurnaan Terjemahan Al Quran, Wantim MUI: Kata Kafir Tidak Bisa Diubah Jadi Non Muslim
Untuk diketahui, penyempurnaan penerjemahan ini ditargetkan rampung di tahun 2019. Namun, dalam prosesnya masih terus ada perubahan dan pertimbangan oleh para ahli. []
REPORTER: RHIO