KEMERDEKAAN Indonesia merupakan hasil perjuangan kaum santri dan barisan Kiai yang menyelamatkan negeri dari penjajahan. Sayangnya, kisah perjuangan para kiai dan santri, tenggelam dalam narasi sejarah Indonesia. Salah satunya, Kiai Subchi Parakan, yang dikenal dengan “Kiai Bambu Runcing.”
Kiai Subchi lahir di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, sekitar tahun 1850. Subchi, atau sering disebut dengan Subeki, merupakan putra sulung Kiai Harun Rasyid, penghulu masjid di kawasan ini. Subchi kecil bernama Muhammad Benjing, nama yang disandang ketika lahir. Setelah menikah, nama ini diganti menjadi Somowardojo, kemudian nama ini diganti ketika naik haji, menjadi Subchi.
BACA JUGA: Inilah Fakta Menarik Seputar Proklamasi Kemerdekaan RI
Pada zaman kemerdekaan, Parakan Temanggung menjadi simpul pergerakan untuk melawan penjajah. Sebelumnya, kondisi masyarakat Parakan Temanggung begitu memprihatinkan akibat sistem kerja paksa yang menyiksa.
Untuk membebaskan diri dari penjajahan, akhirnya muncullah Barisan Muslimin Temanggung (BMT) , sehingga operasi warga untuk melawan penjajah Belanda begitu gencar. Bahkan santri-santri yang tergabung dalam barisan ini, menjadi bertambah semangat dengan dukungan kiai, terutama Kiai Subchi Parakan.
Beberapa kali, BMT berhasil menyerbu patroli militer Belanda yang lewat kawasan Parakan. Perjuangan heroik BMT dan dukungan Kiai Subchi, mengundang simpatik dari jaringan pejuang santri dan militer. Beberapa tokoh berkunjung ke Parakan, untuk bertemu Kiai Subchi dan pemuda BMT: Jendral Soedirman (1916-1950), Kiai Wahid Hasyim (1914-1953), Kiai Zaenal Arifin (Hizbullah), Kiai Masykur (Sabilillah), Kasman Singadimedja (Jaksa Agung), Mohammad Roem, Mr. Wangsanegara, Mr. Sujudi, Roeslan Abdul Gani dan beberapa tokoh lainnya.
Ketika pasukan Belanda menyerbu kembali Jawa pada Desember 1945, barisan santri dan kiai bergerak bersama warga untuk melawan. Pertempuran di Ambarawa pada Desember 1945 menjadi bukti nyata. Bahkan, Jendral Sudirman berkunjung ke kediaman Kiai Subchi untuk meminta doa berkah dan bantuan dari Kiai Subchi. Jendral Sudirman sering berperang dalam keadaan suci, untuk mengamalkan doa dari Kiai Subchi. Dari narasi ini, dapat diketahui bahwa Jenderal Sudirman merupakan santri Kiai Subchi.
BACA JUGA: Saudagar Arab, Madu dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Ada rahasia kenapa bambu runcing yang dipakai untuk berperang bukanlah senjata biasa karena bisa melawan senjata modern. Sang Kiai menyepuh bambu runcing dengan doa-doa sehingga membuatnya tidak terkalahkan. Doá tersebut berbunyi, “Laa Tudrikhuhul Absar Wahuwa Tudhrikuhul Absar Wahuwa Latiful Kabir.” Doa ini dibaca sebanyak tiga kali membaca sembari menahan nafas. Kepercayaan terhadap doa ini ternyata mampu membangkitkan semangat juang pemuda Indonesia dan membuat bambu runcing menjadi senjata yang istimewa. []
SUMBER: NU.OR.ID | LELUHUR.COM