RUMAH Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto menjadi saksi bisu detik-detik terakhir kehidupan sang proklamator, Sukarno. Di penghujung hayat, kisahnya tak seindah jasa-jasanya untuk kemerdekaan Indonesia.
Bung Karno wafat tanpa penghargaan dan penghormatan dari bangsanya. Ia wafat di ruang perawatan RSPAD Gatot Subroto, pada Ahad 21 Juni 1970, pukul 07.07 WIB akibat mengidap komplikasi ginjal, gagal jantung, sesak nafas, dan reumatik.
Sebelumnya, Bung Karno dikucilkan dan dilarang menginjakkan kaki di Jakarta. Ia tinggal di Istana Bogor, kemudian pindah ke Istana Batu Tulis.
BACA JUGA: Sukarno, Presiden Indonesia ‘Paling Miskin’?
Dalam sebuah buku berjudul IR. Soekarno karya Wahjudi Djaja, tertulis bahwa sakit yang diderita Sukarno sejak Agustus 1965 semakin parah. Ia kemudian memohon kepada Soeharto agar diizinkan kembali ke Jakarta melalui putrinya, Rachmawati.
Setelah mendapat izin, Bung Karno akhirnya pindah ke Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala) dengan status tahanan. Pengamanan terhadap sang proklamator diperketat. Alat sadap dipasang di setiap sudut rumah dan tak ada seorang pun yang boleh menjenguknya.
Sukarno sekarat pada 16 Juni 1970. Ia dilarikan dari Wisma Yaso dan ditempatkan dalam sepetak kamar dengan penjagaan berlapis di lorong rumah sakit.
Kondisi Bung Karno semakin buruk setiap harinya. Kesadarannya pun menurun pada Sabtu, 20 Juni 1970, pukul 20.30 WIB dan mengalami koma keesokan harinya.
Pada Ahad, 21 Juni 1970, pukul 06.30 WIB, anak-anak Sukarno diminta pihak RSPAD untuk berkumpul. Tak lama berselang, tampak Guntur, Megawati, Sukmawati, Guruh, dan Rachmawati menunggu dengan tegang kabar ayah mereka.
BACA JUGA: Kala Soekarno Bicara Hubungan Antara Negara dan Agama
Pukul 07.00 WIB, Dokter Mahar membuka pintu kamar. Anak-anak Sukarno menyerbu masuk ke ruang perawatan. Mereka memberondong Mahar dengan pertanyaan. Namun Mahar tak menjawab, dia hanya menggelengkan kepala.
Pukul tujuh lewat sedikit, suster mencabut selang makanan dan alat bantu pernapasan. Anak-anak Sukarno mengucapkan takbir. Megawati membisikkan kalimat syahadat ke telinga ayahnya. Sukarno mencoba mengikutinya. Namun, kalimat itu tak selesai. “Allaaah…” bisik Sukarno pelan seiring napas terakhir.
Tangis pecah. Pukul 07.07 WIB, Sukarno, Sang Proklamator kembali kepada Sang Pencipta. []
SUMBER: LIPUTAN 6 | MERAH PUTIH