ZULHIJAH atau bulan haji selain identik dengan perayaan Idul Adha, juga kerap diidentikan dengan bulan baik untuk menggelar resepsi pernikahan. Pada bulan ini biasanya undangan pernikahan dari saudara atau kerabat mengalir deras. Tak jarang seseorang bisa menghadiri lebih dari satu walimah nikah atas undangan kerabatnya.
Bagaimana hukum menghadiri undangan tersebut? Apakah sifatnya wajib?
Dikutip dari penjelasan Muhammad Abduh Tuasikal di laman Muslim, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menyebutkan bahwa “Undangan itu ada tiga macam:
1. Yang wajib dihadiri adalah undangan pernikahan secara khusus ketika memenuhi syarat-syaratnya (yaitu tidak ada kemungkaran di dalamnya).
2. Yang dilarang untuk dihadiri yaitu undangan selamatan kematian (ma’tam) yang dilakukan oleh keluarga mayit dengan mengundang banyak orang. Perbuatan tersebut tidak disukai, menghadirinya pun demikian.
3. Undangan selain itu disunnahkan untuk dihadiri selama tidak ada udzur. Wallahu a’lam.” (Al Qowa’id wal Ushul Al Jaami’ah wal Furuq wat Taqosim Al Badi’ah An Nafi’ah, hal. 168).
Imam Ash Shan’ani rahimahullah menyebutkan, “Para ulama mengkhususkan wajibnya memenuhi undangan walimah dan semacamnya. Selain itu dihukumi sunnah. Karena untuk undangan walimahan diancam dengan suatu hukuman, sedangkan untuk undangan lainnya tidak demikian.” (Subulus Salam, 8: 133).
Syaikh Dr. Shalih bin Ghanim As Sadlan hafizhahullah dalam Fiqhuz Zawaj (hal. 84-85) mengatakan, “Para ulama sepakat akan disyariatkannya menghadiri undangan walimah pernikahan secara khusus. Sebagian ada yang mewajibkan dengan hukum fardhu ‘ain bagi setiap yang diundang. Namun jika ada udzur (halangan) boleh tidak menghadirinya.
Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menghukumi sunnah. Wanita pun diperintahkan untuk menghadirinya kecuali jika terjadi khalwat, yaitu campur baur dengan lawan jenis yang diharamkan.”
Dalil yang menyatakan hukum menghadiri walimah pernikahan itu wajib adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا
“Jika salah seorang di antara kalian diundang walimah, maka hadirilah.” (HR. Bukhari no. 5173 dan Muslim no. 1429). Hadits ini digunakan kata perintah dan hukum asal kata perintah itu wajib.
Abu Hurairah mengatakan,
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ ، وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ – صلى الله عليه وسلم –
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan pada walimah yang di mana diundang orang-orang kaya saja dan tidak diundang orang-orang miskin. Siapa yang meninggalkan undangan tersebut, maka ia telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 1432).
Dalam madzhab Syafi’i pun dikatakan bahwa wajib untuk menghadiri undangan walimah. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Menghadiri undangan walimah itu diperintahkan, namun apakah wajib ataukah sunnah, diperselisihkan. Pendapat yang terkuat dalam hal ini dalam madzhab Syafi’i, menghadiri undangan walimah itu fardhu ‘ain bagi setiap yang diundang. Namun undangan tersebut jadi gugur jika ada udzur.” (Syarh Shahih Muslim, 9: 208).
Maka, muslim yang diundang untuk menghadiri sebuah walimah, menurut jumhur ulama, wajib memenuhi undangan tersebut, kecuali dirinya mempunyai uzur atau berhalangan. []
SUMBER: MUSLIM