SOSOK Abah Landoeng, pria kelahiran Bandung, 1926 silam ini bisa disebut bukan kakek biasa. Bayangkan, di usianya yang ke-75, pensiunan guru SMPN 5 Bandung ini bersepeda ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Padahal sebelumnya ia berniat untuk pergi ke Sumatera.
Saat itu, tahun 2002. Usianya menginjak 75 tahun. Meski tidak muda, ia bertekad untuk ke Tanah Suci menggunakan sepeda Federalnya.
“Sebenarnya niat awalnya untuk membantu bencana alam di Sumatera. Tapi ada niat besar juga untuk berhaji,” ujar Abah Landoeng di Bandung, Selasa (13/8/2019).
BACA JUGA: Ini Penjelasan Ulama Mengenai ‘Hattrick’ Berhaji
Dengan membawa uang Rp 1,2 juta, paspor, beberapa helai pakaian, dan makanan, ia melajukan sepedanya dari Bandung.
Ia kemudian menyusuri Jakarta lalu masuk ke Palembang. Ia kemudian mengecek kondisi Sumatera. Kondisi daerah tersebut masih baik-baik saja. Banjir yang merendam Palembang hanya banjir kecil biasa.
Dari sana, keinginannya untuk berhaji semakin kuat. Dengan mengucap basmallah, ia melanjutkan perjalanan.
Ia masuk ke Batam untuk menyeberang ke Batam, Singapura, Malaysia, Thailand, Myanmar, Bangladesh, India, Pakistan, menyebrangi Laut Merah, hingga akhirnya sampai di Arab Saudi pada 2003.
“Di perjalanan, kalau capek saya istirahat di masjid. Tidur juga sering di masjid,” ungkapnya.
Sesampainya di Mekah, ia merasakan kebahagiaan luar biasa. Ia tidak menyangka bisa sampai ke Tanah Suci setelah tujuh bulan perjalanan.
Di Tanah Suci, selain melaksanakan rangkaian ibadah haji, ia berkeliling Mekah dengan sepedanya. Ia mendapat banyak bantuan dari orang-orang yang bertemu dengannya.
Seperti kamar hotel mewah hingga makanan. Bahkan tiket pesawat untuk pulang ke Indonesia dan taksi dari Jakarta-Bandung, ditanggung donatur.
“Tentunya banyak cerita yang menyenangkan ada juga kesedihan. Tapi banyak menyenangkannya,” ungkapnya.
Jadi relawan tsunami Aceh 2004
Saat terjadi bencana tsunami di Aceh pada 2004 silan, Abah Landoeng segera mengayuh sepedanya untuk pergi ke lokasi bencana. Di sana, ia membantu proses trauma healing. Salah satunya dengan kemampuannya dalam pijat tradisional.
Selain Aceh, ia pun kerap menjadi relawan di daerah bencana. Ia ingin mengabdikan hidupnya untuk kehidupan sosial lewat kemampuannya.
Jika masa mudanya ia dedikasikan untuk dunia pendidikan, maka di masa tuanya Abah Landoeng mengabdikan hidupnya di lokasi-lokasi bencana. Ketika ditanya alasannya kerap berbagi meski tidak dibayar, ia menjawab karena dirinya orang yang sederhana dan tidak punya.
BACA JUGA: Menabung 26 Tahun dari Hasil Memulung, Wanita Paruh Baya Ini Bisa Naik Haji
Karena itu, ia ingin berbagi melalui kemampuan yang ia miliki, dari mengajar hingga relawan bencana.
Pernah jadi panitia Konferensi Asia Afrika 1955
Tak hanya itu, Abah Landoeng pun tercatat sebagai panitia Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955. Saat itu ia bertugas menyediakan kendaraan untuk para delegasi.
Ia tidak mengalami kesulitan dalam mengumpulkan kendaraan dari orang kaya yang ada di Bandung.
Sebab sifat berbagi yang dimilikinya ini membuat ia mengenal orang dari berbagai kalangan dari kelas bawah hingga atas. Bahkan kini, ia masih saling berkunjung dengan mantan Gubernur Jabar, Solihin GP.
“Angkatan Abah dah pada ga ada. Tinggal saya dan Mang Ihin (Solihin GP),” tutupnya.
Sosok nyata di balik lagu “Oemar Bakrie”
Sosok Oemar Bakrie pada lagu Iwan Fals nyatanya tak sekadar tokoh fiktif belaka. Lirik lagu yang menceritakan perjuangan seorang guru tanpa pamrih tersebut benar-benar nyata.
Abah Landoeng ternyata sosok di balik lagu “Oemar Bakrie”yang fenomenal tersebut.
Abah Landoeng adalah guru semasa Iwan Fals menuntut ilmu di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Maka, tak heran jika ia akrab dan dekat dengan penyanyi yang juga populer membawakan lagu “Bento” tersebut.
Abah Landoeng yang kini sudah pensiun menjadi seorang pengajar sangat senang karena ia menjadi salah satu tokoh yang bisa menginspirasi lagu karya mantan muridnya itu.
“Sampai sekarang abah masih suka ketemu Iwan. Dia sangat baik, masih mau kenal sama Abah. Abah juga senang karena lagu yang terinspirasi dari Abah itu populer,” kata Abah Landoeng. []
SUMBER: KOMPAS