Oleh: Aditya Budi
Penikmat Studi Keislaman
adityabudi82@gmail.com
DALAM kehidupan sehari-hari, kita pasti pernah dan terbiasa secara tertib mengantre. Seperti ketika mengantre di tempat pelayanan public, bank, puskesmas, tempat perbelanjaan ataupun di POM bensin. Begitulah hidup, sejatinya semua manusia yang hidup saat ini sedang dalam posisi “mengantre.” Sadar maupun tak sadar itulah kenyataannya.
Uniknya berbeda dengan saat kita mengantre di bank atau tempat lainnya, manusia tak mengetahui nomor antrean berapa yang tengah ia pegang dan miliki. Yang jelas semua telah menggenggam nomor antrean masing-masing. Adapun berapa nomor antreannya hanya Allah yang tahu.
BACA JUGA: Wahai Amirul Mu’minin, Anda Bisa Menjamin Masih Tetap Hidup Bulan Ini?
Laksana sebuah antrean tentu semuanya bermuara pada satu tujuan. Semua diminta untuk menyiapkan berkas atau syarat keperluan semacamnya sebelum tiba gilirannya dipanggil. Dan apa yang harus dipersiapkan sejatinya telah diumumkan dan terpampang jelas, semuanya mengetahui.
Maka sebaik-baik si pengantre adalah ia yang tahu apa tujuannya mengantre dan apa yang harus dipersiapkan. Entah itu berkas, uang, syarat administrative atau semacamnya. Yang jelas ia telah yakin bahwa apa yang ia bawa telah sesuai dengan keinginan antrean yang ia tuju.
Lantas apakah yang sedang diantre manusia sesungguhnya. Adalah kematian, ya kita semua sedang mengantre menuju alam akhirat. Menunggu jadwal kapan giliran kita akan dipanggil oleh Sang Khalik. Laksana sedang berjejer, baris memanjang beraturan ribuan kilometer. Dan dunia ini hakikinya adalah tempat antrean tersebut. Semua telah mengambil nomor antreannya sejak sebelum kelahiran di dunia, sesuai dengan apa yang tertulis di Lauhil Mahfudz.
Lazimnya kita mengantre maka ada sela-sela waktu yang bisa digunakan untuk aktifitas lain sembari menunggu giliran untuk dipanggil. Ada yang tetap berdiri, ada yang duduk saja ataupun dengan beragam aktivitas lainnya agar waktu mengantre terasa cepat.
Tak jauh beda, maka “mengantre” di dunia ini ada banyak orang menghabiskan waktu antreannya dengan amal sia-sia, tak bermanfaat. Bahkan tak mempersiapkan apa yang seharusnya ia persiapkan sedangkan ia tahu bahwa semua yang harus dipersiapkan telah diinformasikan oleh-Nya. Namun ada mereka yang sadar dan tahu apa yang harus dipersiapkan. Mereka beramal dengan penuh manfaat, mempersiapkan segala sesuatu yang sejatinya untuk kebaikan diri manusia itu sendiri.
Namun berbeda saat kita mengantre di kantor layanan publik, antrean menuju kematian adalah antrean yang penuh godaan dan ujian. Pada rongga-rongga waktu menunggu giliran semua manusia akan disibukan dengan gegap gempitanya dunia. Tak jarang banyak yang tergoda dan memperturuti hawa nafsunya. Tapi ada pula yang tetap setia bersabar penuh keridhoaan dan beramal sesuai rule of the game-Nya.
“Dan Allah telah memperingatkan bahwa dunia ini adalah penuh tipu daya dan kenikmatan yang melalaikan,” (QS. Al-Imran 185). Ya melalaikan manusia bahwa dirinya sedang “mengantre.” Melalaikan manusia dari track yang sebenarnya. Melalaikan manusia bahwa waktunya tak banyak sedangkan masih banyak yang seharusnya dipersiapkan.
Namun Allah Maha Bijaksana, bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan tempat kelalaian. Maka Allah memberikan panduan agar manusia senantiasa kuat dengan apa yang harsu dipersiapkan dan tak mudah terperdaya oleh tipu dunia. Melalui Rasulullah saw dan kitab suci-Nya (Al-Qur’an) manusia diharuskan berpegang teguh perihal bagaimana ia seharusnya menjalani hidup di dunia ini.
Kelalaian akan selalu menyelimuti manusia tapi tapi rahmat Allah akan selalu lebih luas dari kelalaian apapun yang dilakukan manusia. Maka senantiasa menggenggam erat apa yang Allah dan Rasul-Nya pesankan untuk umat manusia adalah sebaik-baik pengingat bahwa suatu saat, cepat atau lambat nomor antrean kita akan tiba gilirannya dipanggil.
BACA JUGA: Tiket Menuju Kematian Datang Tanpa Pemberitahuan Tanggal dan Jamnya
Maka benar pula kata Rasulullah saw bahwa ia yang cerdas adalah ia yang senantiasa paling banyak mengingat kematian. Ia selalu sadar dan berpikir sejauh apakah persiapan sebelum kematian menjemputnya.
“Orang yang cerdik adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk bekal kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti nafsunya dan banyak berangan-angan kepada Allah” (HR. At-Tirmidzi)
Tak perlu memikirkan berapa nomor antrean yang telah kita pegang, yang jelas cukup berpikir bahwa jangan-jangan nomor antrean kita termasuk yang lebih paling awal dipanggil. Maka jadilah pengantre yang baik, tak menyia-nyiakan waktu sela-sela antreannya untuk hal yang sia-sia. Semoga kita semua senantiasa dalam rahmat dan bimbingan-Nya. Wallahu’alam Bishawab. []
RENUNGAN adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim tulisan Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari RENUNGAN di luar tanggung jawab redaksi Islampos.