Oleh: Lilik Yani
lilikyani23@gmail.com
BERHAJI itu puncak ibadah seorang muslim. Dilakukan bukan hanya di tanah suci, ketika bulan haji. Hakekat haji adalah ketaatan total kepada Allah, di seluruh tanah yang menghampar di bumi sejak dalam buaian hingga masuk liang lahat.
Banyak orang yang berhaji tapi tidak memperoleh makna hajinya. Mereka tidak mengerti apa yang dilakukannya. Mereka menjalani ritual haji hanya sebatas untuk memenuhi kewajiban agama.
Maka dari itu meskipun negeri kita mengirimkan lebih dari ratusan ratusan ribu jamaah setiap tahunnya, tetapi tidak memeroleh peningkatan kebaikan secara signifikan. Tidak membawa pengaruh untuk merubah negeri ini menjadi lebih baik.
BACA JUGA: ‘Berhaji’ tapi Tidak Berhaji, Bagaimana?
Banyak orang yang pergi haji tidak untuk memenuhi kewajiban agama, melainkan disebabkan oleh hal-hal yang bersifat keduniaan. Seperti bisnis, politik, kedudukan dalam masyarakat, dan yang sejenisnya.
Padahal dalam Islam, haji adalah puncak ibadah yang bertujuan utama melatih rasa berserah diri kepada Allah semata. Di dalamnya ada sifat ketaatan, keikhlasan, kesabaran dan pengorbanan. Kumpulan semua sifat itu yang menghasilkan kualitas berserah diri yang paripurna, seperti yang dicontohkan Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Serangkaian tata cara ibadah haji dan situ-situs haji adalah napak tilas perjalanan hidup keluarga Ibrahim. Di dalamnya ada hikmah-hikmah haji yang harus dipahami. Jika tidak, maka hanyalah
menjadi ritual biasa tanpa makna dan tidak memberi perubahan diri.
Hingga banyak orang yang pulang haji masih tetap tidak taat kepada Allah, tidak sabar dalam bertindak, tidak ikhlas dalam beramal, kurang memiliki rasa berkorban. Mereka tidak memperoleh makna haji selama di tanah suci. Sayang sekali, sudah mengeluarkan biaya mahal, masa menunggu lama, tenaga yang menguras energi selama berhari-hari, ternyata tidak mendapatkan apa-apa.
Padahal seharusnya, seorang yang sukses atau disebut sebagai haji mabrur. Mereka memiliki akhlak yang lebih baik dan lebih taat dalam beragama. Lebih sabar dan santun kepada siapa saja. Lebih ikhlas dan tawadhu dalam berbuat. Juga lebih suka berkorban untuk kemashlahatan umat.
Terapkan Hikmah Haji dalam Kehidupan Sehari-hari
Hikmah dari setiap rangkaian haji selayaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jadikan setiap waktu kita sebagai medan untuk menerapkan ibadah haji.
Renungan padang Arafah, untuk muhasabah diri dari setiap aktivitas yang kita lakukan sehari. Apakah amal perbuatan yang kita lakukan sudah sesuai syariat Allah atau masih banyak yang mengabaikan aturan Allah. Kita lakukan pengakuan dosa dan memohon ampunan Allah. Kemudian kita membuat komitmen untuk menapaki hari esok dengan lebih berkualitas dibanding hari ini.
Setiap hari kita melempar jumroh dalam diri kita sendiri. Mengusir setan-setan yang selalu mengganggu dan menghalangi kita untuk berbuat baik. Agar kita bisa membenahi ketaatan, menguatkan kesabaran, memurnikan keikhlasan dan meningkatkan pengorbanan demi kemaslahatan umat. Itulah lempar jumrah sesungguhnya. Bukan sekadar melempar batu ke arah tugu-tugu buatan manusia.
Setiap hari selalu menceburkan diri berthawaf dalam realitas kehidupan. Tidak boleh mengasingkan diri dari kenyataan. Karena sesungguhnya Allah meliputi seluruh sendi kehidupan kita. Di manapun berada selalu ada Allah yang mengamati semua perbuatan kita. Tidak hanya perbuatan besar yang dilihat tetapi amal sebesar dzarah pun tak lepas dari pengamatan Allah.
Kemudian kita melakukan sa’i sebagai perjuangan tanpa henti. Lakukan jihad kehidupan berulang-ulang tanpa pernah berputus asa. Bergeraklah terus, kadang lambat terkadang butuh cepat atau berlari. Ingat bunda Hajar yang terus berjuang berlari-lari dari bukit Shafa ke Marwah, berulang kali tanpa kenal lelah. Walaupun tidak juga mendapatkan mata air yang diharapkan untuk memberi minum anaknya.
BACA JUGA: Thawaf Wada, Momen Perpisahan Haji
Terkadang rezeki yang kita cari dengan sekuat tenaga tidak ada di tempat itu, atau kalau pun ada tapi tidak mencukupi. Tetapi tugas kita adalah berupaya maksimal, terus bergerak mencari ridlo Allah. Hingga Allah mendatangkan rezki dari arah tidak disangka-sangka. Sebagaimana munculnya mata air yang keluar dari tanah di dekat bayi Ismail berada. Subhanallah.
Jadi intinya rezeki itu sudah ada. Tugas kita adalah menjemput rezeki dengan semangat dan penuh harap kepada Allah. Karena hakekatnya Allah lah yang mencukupi kebutuhan kita, bukan pekerjaan atau uang kita.
Berhaji adalah menapaki puncak kualitas dari perjalanan keagamaan seorang muslim. Bukan hanya di tanah suci tapi di seluruh tanah yang menghampar milik Allah ini. Tanah itu menghampar dari buaian bunda sampai ke tepi liang lahat kuburan kita sendiri.
Maka dari itu kita seharusnya menunaikan ritual ibadah haji itu dalam setiap hari yaitu setiap detik waktu yang kita miliki. Hingga suatu saat nanti kita harus ‘pulang’ dengan membawa oleh-oleh haji sejati. Berserah diri hanya kepada Allahu Rabbi. Wallahu a’lam bisshawab. []
RENUNGAN adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim tulisan Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari RENUNGAN di luar tanggung jawab redaksi Islampos.