TRAVELING atau jalan-jalan merupakan hobi banyak orang, termasuk bagi muslimah. Memang, di era modern sekarang ini, travelling atau berpetualang sudah menjadi gaya hidup baru. Menjelajah dan mengeksplor daerah baru, tempat wisata, atau mencari tempat untuk menuntut ilmu ke tempat jauh saat ini telah menjadi tren.
Lantas, bagaimana Islam mengatur hal ini? Bolehkan seorang perempuan berpergian, travelling sendirian tanpa didampingi mahramnya? Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia, Ustadzah Aini Aryani, Lc menjelaskan terdapat hadits yang membahas mengenai hal ini.
BACA JUGA: 9 Tips Ngetrip buat Para Traveler Muslim
Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah seorang wanita melaksanakan perjalanan di mana perjalanan itu bisa ditempuh selama tiga hari tiga malam. Dan hendaklah jika dia melakukan itu ditemani oleh mahramnya,”. (HR Muttafaq Alaih)
“Maka jika kita pahami hadits ini secara tekstual, ke mana pun perjalanannya jika itu bisa ditempuh selama 3 hari atau dalam masa jarak yang bisa menjamak dan meng-qashar shalat, kira-kira 89 KM. dalam jarak ini, seorang wanita tidak boleh melaksanakan perjalanannya sendiri kecuali dibersamai oleh mahramnya, baik itu kakaknya, adiknya, ayahnya atau oleh suaminya,” jelasnya.
Namun, di masa sekarang, para ulama berbeda pendapat apabila seorang wanita melaksanakan perjalanan karena ada hajat yang harus dia lakukan. Hajat tersebut misalnya tidak memungkinkan bisa ditemani oleh mahramnya atau tanpa suaminya.
Contoh, mahasiswi yang ingin kuliah ke luar negeri baik itu di kampus-kampus Islam ataupun di Barat. Apakah dia boleh melakukan atau tidak? di sini para ulama berbeda pendapat, sebagian mengharamkan secara mutlak, khususnya dari madzhab Hanbali.
Maka di negara-negara yang masyarakatnya mayoritas madzhab Hanbali seperti Saudi Arabia, di sana tidak ada satu kampus pun yang menerima mahasiswi dari luar negeri kecuali mahasiswi tersebut punya mahram di Arab Saudi.
Tapi kalau misalnya negara tersebut adalah negara yang bermazhab Syafi’i seperti Universitas Al Azhar Kairo Mesir, Universitas Al Ahgaff di Yaman, kemudian di Syria atau Omdurman di Sudan, mereka tidak mensyaratkan demikian. Boleh-boleh saja mahasiswi dari luar negeri masuk ke sana dan mereka akan menerimanya jika syarat-syarat intelektual dan administrasi sudah diurus. Untuk mahasiswi luar negeri, biasanya disiapkan asrama.
“Kenapa Universitas-universitas Islam yang bermadzhab Syarfi’i ini membolehkan? karena Imam Syafi’i pernah mengatakan, seorang wanita boleh melaksanakan perjalanan haji atau umroh tanpa disertai mahramnya asalkan dia dibersamai oleh dua orang muslimah yang menemaninya dalam perjalanan,” jelasnya.
Jadi minimal muslimah ini bertiga. Sesama muslimah menjalani perjalanan yang sama, ini sudah dibolehkan. Banyak ulama kontemporer di masa sekarang yang merujuk kepada perkataan Imam Syafi’i dan membolehkan tidak hanya dalam perjalanan umroh dan haji saja. Tetapi juga yang mau kuliah ke luar negeri atau mengunjungi saudaranya.
“Ini juga dibolehkan, asalkan dia ditemani oleh dua orang sesama muslimah yang mendampingi dia selama perjalanannya,” kata ustadzah Aini.
Dari mana dasarnya Imam Syafi’i membolehkan wanita haji dan umroh tanpa disertai mahram kalau bertiga sesama wanita? Padahal hadits nabi yang pertama sudah jelas kalau jaraknya tiga hari perjalanan, ini tidak boleh kalau tidak ditemani mahramnya. Adakah hadis yang lain yang menjadi rujukan Imam Syafi’i? jawabannya ada.
Rasulullah SAW bertanya kepada seorang sahabatnya yang bernama ‘Adi. “Apakah engkau pernah mendengar negeri yang namanya hirah?” ‘Adi menjawab, “Saya belum pernah ke sana ya Rasulullah. Tapi saya pernah diceritakan tentang negeri yang bernama Hirah ini. Kenapa engkau menanyakan tentang Hirah ini ya Rasulullah?”
Nabi menjawab, “Apabila umur kamu panjang, suatu saat nanti beberapa generasi ke depan engkau akan menyaksikan wanita-wanita dari Hirah. Mereka akan datang ke Makkah untuk tawaf di Masjidil Haram tanpa disertai oleh mahramnya dan mereka tidak takut apapun kecuali kepada Allah”.
Dan ternyata memang kejadian di masa sekarang. Banyak wanita-wanita yang melaksanakan perjalanan ke luar negeri atau ke luar kota tanpa didampingi oleh mahramnya. Kenapa? Karena masa di masa Rasulullah dengan masa sekarang tentu sudah berbeda.
Di masa Rasulullah, wanita sangat diwanti-wanti untuk jangan pergi jauh tanpa ada mahramnya. Karena di masa itu bisa dibayangkan, dari Makkah ke Madinah jalanan di sana banyak padang pasir dan naik turun gunung. Gunung-gunungnya berbatu. Ada banyak perampok di sana.
“Kalau misalnya dia (muslimah) mau berangkat sendirian dari Makkah ke Madinah naik turun gunung batu melintasi padang pasir, bisa jadi dia pulang tinggal nama. Kenapa? karena banyak pembunuh, perampok, dan pemerkosa di sana, semua risiko ada buat perempuan yang jalan tanpa didampingi oleh mahramnya,” papar ustadzah Aini.
BACA JUGA: 5 Tips Mengatasi Rasa Cemas dan Takut Ketika Traveling
Berbeda dengan di masa sekarang, dimana perjalanan jauh bisa ditempuh dengan cara yang aman, asalkan kita punya identitas diri, punya tiket pesawat yang sudah dibeli dengan cara resmi dan membawa berkas-berkas yang diperlukan selama perjalanan sehingga mendukung perjalanan.
“Tapi kalau yang paling bagus buat perjalanan jauh, ajaklah abang kita, suami, siapapun atau minimal kita bareng-bareng rombongan dengan sesama teman kita (3 orang wanita) agar kita lebih selamat, lebih dekat kepada sunnah Rasulullah SAW,” tutupnya. []
SUMBER: GOMUSLIM