AKSI para peziarah yang ramai-ramai foto selfie di makam BJ Habibie viral di media sosial. Banyak netizen yang menyayangkan hal ini karena ketika berziarah kubur seharusnya orang-orang mengingat kematian.
Lalu bagaimana hukum selfie di makam dan adab ziarah kubur dalam Islam?
Hasil bahtsul masail para santri se-Jawa dan Madura di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, menyatakan selfie hukumnya menjadi haram jika menimbulkan fitnah dan mengundang orang lain untuk berkomentar negatif.
BACA JUGA: Foto Selfie Masuk Neraka?
Hukum selfie itu boleh jika yakin atau ada dugaan kuat bahwa hal tersebut tidak akan menimbulkan fitnah. Fitnah artinya hal yang mendorong kemaksiatan, juga mengundang orang lain berkomentar senonoh.
Sedangkan haram atau tidaknya selfie tergantung dari niat dan tujuan si pelaku. Jika digunakan untuk menipu, menghina, dan melecehkan orang lain yang dapat menimbulkan penyakit hati, maka hukumnya haram.
Saat melakukan ziarah kubur, hendaknya para peziarah menjaga adab-adab yang berlaku. Adab ziarah kubur ini dijelaskan dalam kitab Tafsir As-Siraj Al-Munir:
“Hendaknya bagi orang yang berziarah di kuburan untuk berperilaku sesuai dengan adab-adab ziarah kubur dan menghadirkan hatinya pada saat mendatangi kuburan. Tujuannya datang ke kuburan bukan hanya sebatas berkeliling saja, sebab perilaku ini adalah perilaku binatang. Tetapi tujuan ziarahnya karena untuk menggapai ridha Allah SWT memperbaiki keburukan hatinya, memberikan kemanfaatan pada mayit dengan membacakan di sisinya Alquran dan doa-doa. Dan juga ia menjauhi duduk di atas kuburan.”
Etika telah masuk di area sekitar kuburan ia mengucapkan salam “Assalamu alaika dara qaumi mu’minin, wa inna insya Allahu bikum lahiqun.”
Artinya: semoga keselamatan tertuju pada engkau wahai rumah perkumpulan orang-orang mukmin, sesungguhnya kami, jika Allah menghendaki akan menyusul kalian.
Ketika sampai di kuburan mayit yang ia kenal, maka ucapkan salam padanya dan datangilah dari arah wajah mayit itu, karena menziarahi kuburannya sama seperti berbicara dengannya sewaktu hidup.
Lalu orang yang berziarah merenungkan keadaan orang yang telah dikubur di bawah tanah, yang telah terpisah dari keluarga serta orang-orang yang dicintainya.
BACA JUGA: Selfie di Depan Ka’bah: Tren Baru dalam Dakwah?
Dikutip dari laman NU Online, orang yang berziarah kubur hendaknya juga merenungkan bagaimana keadaan teman-temannya yang telah meninggal.
Bagaimana impian mereka telah pupus dan bagaimana harta mereka sudah tidak lagi menolong mereka. Debu-debu telah bertaburan pada keindahan tubuh dan wajah mereka, organ tubuh mereka telah terpisah-pisah dalam tanah, lalu istri mereka menjanda, anak-anak mereka menjadi yatim.
Dan nantinya giliran bagi dirinya untuk menjadi seperti teman-temannya akan tiba. Keadaannya di kubur sama persis seperti keadaan temannya, dan hartanya nantinya juga sama persis seperti harta teman-temannya (tidak dapat menolongnya)” (Syekh Khatib Asy-Syirbini, Tafsir as-Siraj al-Munir, hal. 5277). []