SECARA hukum asal, syariah melarang seseorang bekerja di bidang yang mengandung unsur kemaksiatan atau pelanggaran atas hukum Allah, seperti melibatkan minuman keras, judi, riba, penipuan, perzinaan/prostitusi, pornografi, dan sebagainya.
Hal ini disandarkan kepada dalil hadits:
“Allah telah melaknat khamar dan melaknat peminumnya, orang yang menuangkannya, pemerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, pembelinya, pembawanya, yang dibawakan kepadanya, dan pemakan hasilnya,” (HR. Ahmad).
BACA JUGA: Wanita Bekerja, Apa Hukumnya dalam Islam?
Maka orang yang berkerja di tempat yang menjual khamer dan barang haram lainnya pastinya tidak terlepas dari interaksi dengannya, seperti menjaganya, memasukkanya dalam daftar, menatanya, melayani pembelinya, menerima pembayaran dari pembelinya, membawakannya, memasukkanya ke dalam plastik dan selainnya. Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh bekerja di tempat seperti itu karena termasuk tempat maksiat dan adanya tolong menolong dalam perbuatan dosa dan kemaksiatan.
Allah ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kalian tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran,” (QS. Al-Maaidah : 2).
Al Qurtubi rahimahullah berkata, “Setiap orang yang hadir di tempat maksiat, sementara dia tidak mengingkarinya, maka dosa dia dengan mereka sama.”
Apakah hotel masuk kategori tempat maksiat?
Secara hukum asal pekerjaan apapun asalkan halal maka hukumnya boleh. Dan hotel masuk kedalam keumuman pekerjaan yang halal tersebut. Ia adalah bentuk usaha yang menjual jasa penginapan dan yang terkait dengan hal tersebut, dan semua itu ma’fum dihalalkan dalam syariat. Sehingga bekerja di dalamnya tentu saja halal.
Lalu bagaimana bila ada pelanggaran berupa dijualnya minuman keras, makanan haram atau maksiat lainnya ini adalah hukum khusus. Apakah haram bekerja hotel di hotel tersebut?
Hukumnya terklasifikasi menjadi beberapa bagian hukum berikut ini:
1. Seseorang terlibat yang bekerja dihotel tersebut dan terlibat dalam pengadaan dan penyajian barang haram yang dimaksud, maka ulama sepakat pekerjaannya haram.
2. Seseorang yang mengetahui adanya praktek keharaman di hotel tersebut dan mengingkarinya baik secara perbuatan, ucapan atau sekedar membenci dalam hati, maka ulama khilaf, sebagian tetap bersikukuh haram, sedangkan ulama lainnya berpendapat boleh dengan kemakruhan, yakni tetap menyarankan agar berupaya mencari pekerjaan lain.
BACA JUGA: Jika Suami Tidak Izinkan Istrinya Bekerja, Apakah Jadi Tugasnya Beri Uang Belanja Kebutuhan Istri?
3. Seseorang yang tidak mengetahui adanya praktek keharaman di tempat ia bekerja, secara umum ia mengetahui bahwa semuanya baik, kemaksiatan yang ada hanya desas-desus dan info yang tidak pasti, maka bekerja di dalamnya halal menurut jumhur ulama.
Semoga kita terhindar dari keharaman. Hal yang sudah banyak dilalaikan oleh kebanyakan orang di akhir zaman. Sebagaimana yang diisyaratkan Nabi shalallahu’alaihi wassalam :
“Akan datang kepada manusia suatu zaman (ketika itu) seorang tidak lagi peduli dengan apa yang dia dapatkan, apakah dari yang halal atau haram,” (HR. Bukhari). Wallahu a’lam. []
SUMBER: KONSULTASI ISLAM