PADA perang Uhud, kaum musyrikin sangat berambisi untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka memfokuskan serangan pada beliau. Beliau dilempar batu oleh Utbah bin Abbu Waqqash dan mengenai lambungnya, gigi seri beliau patah, bibir bawah beliau pun terluka. Abdullah bin Syihab az-Zuhri maju melukai beliau di dahinya. Tak lama, Abdullah bin Qam’ah pun turut membabat pundak beliau dengan sabetan pedang yang keras, yang karena sabetan itu beliau kesakitan lebih dari sebulan, walau sabetan itu tidak merobek dua baju besi beliau, ia pun memukul dengan keras bagian atas pipi beliau, hingga dua lingkaran gelang topi besi Rasulullah masuk ke pipi. “Rasakanlah pukulanku ini, aku Ibnu Qam’ah!” ujarnya. Rasulullah kemudian berkata sambil mengusap darah pada wajahnya, “Semoga Allah menghinakan dirimu.”
BACA JUGA: Keberanian Wahab bin Qabus di Perang Uhud
Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan bahwa gigi seri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam patah, kepala beliau terluka dan darah mengalir wajahnya, kemudian beliau bersabda, “Bagaimana mungkin suatu kaum akan beruntung sedang mereka melukai wajah Nabi mereka dan mematahkan gigi serinya sedang dia menyeru mereka kepada Allah.” Kemudian Allah menurunkan ayat,
لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ
Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imran Ayat 128).
Dalam riwayat ath-Thabrani disebutkan bahwa beliau pada hari itu berkata, “Kemarahan Allah menjadi jadi atas suatu kaum yang membuat wajah Rasul-Nya berdarah,” Kemudian beliau diam sebentar lalu berkata, “Ya Allah ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” Dalam Shahih Muslim beliau berkata, “Wahai Tuhanku, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak tahu.”
Tidak diragukan lagi ambisi kaum musyrikin sangat kuat untuk membunuh Rasulullah, dan membalaskan dendam atas kekalahan mereka pada perang Badar. Namun keberanian dan kepahlawanan dua orang Quraisy, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Thalhah bin Ubaidillah mematahkan ambisi itu. Keduanya merupakan pemanah Arab yang ulung, mereka berhasil memanahi lawan hingga mengusir sekelompok orang musyrik di sekitar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Adapun Sa’ad bin Abi Waqqash , Rasulullah ikut membukakan sarung anak panahnya untuknya seraya berkata, “Tembakkan panahmu, aku siap menebusmu dengan ibu dan bapakku.” Dan yang menunjukan luar biasanya adalah bahwa Rasulullah tidak menggabungkan bapak ibunya untuk membela seorang pun kecuali Sa’ad.
BACA JUGA: Abu Sufyan Menyangka Rasulullah Wafat di Perang Uhud
Mengenai keberanian Thalhah, Imam an-Nasa’I meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kaum musyrikin berhasil mendekati Rasulullah, maka beliau berkata, ‘Siapa yang menghadapi mereka?’ Thalhah berkata, Aku,’ Kemudian Jabir mengisahkan tentang majunya orang-orang Anshar (menghadapi lawan) hingga akhirnya mereka gugur satu per satu. Ketika orang-orang Anshar gugur secara keseluruhan, Thalhah pun maju. Jabir berkata, ‘Kemudian Thalhah bertempur bagaikan sebelas orang hingga akhirnya tangannya terkena bacokan dan jari-jemarinya putus, dia pun berkata, ‘Aduh!’ Maka berkatalah Rasulullah, ‘Andai engkau mengatakan bismillah, niscaya para malaikat mengangkatmu dan orang-orang akan melihat.’ Jabir berkata, ‘Kemudian Allah mengusir orang-orang musyrik.”
Sedangkan dalam riwayat al-Hakim dalam kitabnya al-Iklil disebutkan bahwa, Thalhah terluka sebanyak tiga puluh Sembilan atau tiga puluh lima tikaman sedang jari-jemarinya putus, yaitu jari telunjuk dan jari tengah. []
Sumber: Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. 1421 H. Ar-Rahiq al-Makhtum, Sirah Nabawiyah Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم , Dari Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir. Jakarta: Darul Haq.