ADA pemuda yang sudah mapan, memiliki banyak kelebihan, dan sudah pantas untuk menikah. Sayangnya, ia tidak percaya diri. Saat ditanya oleh calon mertua, “Apakah benar Ananda mau melamar putri kami?”
“Bagaimana, ya, Pak? Sebetulnya saya mau menikah dengan putri Bapak, tetapi kalaupun tidak, ya nggak apa-apa. Mungkin bukan di sini jodoh saya. Saya memang mencintai putri Bapak, tetapi itu bukan satu-satunya pilihan untuk menikah. Saya terserah Bapak saja, namanya juga ikhtiar.”
BACA JUGA: Nasihat bagi Wanita yang Merasa Terlambat Menikah
Di sisi lain, ada pemuda percaya diri meski masih memiliki beberapa kekurangan. Sikap percaya dirinya demikian meyakinkan. Saat ditanya oleh calon mertua, “Apakah benar Ananda mau melamar putri saya?”
“Sebelumnya mohon maaf bila saya lancang. Sebagaimana niat awal saya datang ke rumah Bapak, saya berniat melamar putri Bapak untuk menikahinya. Jujur saja, saya belum memiliki pekerjaan tetap dan memiliki bekal yang cukup untuk berumah tangga, tetapi saya memiliki keinginan kuat untuk berusaha dan memberikan nafkah yang halal untuk keluarga. Saya siap bertanggung jawab pada keluarga.”
Mana yang lebih meyakinkan?
Tentu pemuda kedua lebih meyakinkan. Dengan bekal percaya diri, ia memiliki peluang lebih besar untuk diterima sebagai menantu.
Bila saya yang jadi calon mertuanya, sebagai langkah awal saya akan menerima pemuda yang percaya diri ini. Tentu saja setelah itu, akan mencari informasi lebih lengkap dan dapat dipercaya.
BACA JUGA: 8 Persiapan Sebelum Memutuskan Menikah (1)
Selain agar tak salah memilih suami untuk sang putri, tujuan lainnya untuk membuktikan bahwa pemuda itu sungguh-sungguh memiliki niat baik untuk menikah.
Semoga menjadi pelajaran bagi para pemuda yang sedang merindukan pernikahan. Juga menjadi pegangan awal bagi para pemudi untuk menerima calon pasangan.
Bahwa percaya diri merupakan sikap positif sebelum melangkah ke pelaminan. Bagus untuk meyakinkan calon mertua, juga sebagai bentuk keseriusan kita untuk melangkah ke jenjang pernikahan.
Yang tak boleh dilupakan adalah sikap percaya diri harus disertai dengan adab yang baik. Sopan santun dan rengkuh takzim tetap harus diutamakan.
Percaya diri tidak boleh kebablasan, apalagi digunakan untuk mengelabui dan menipu. Apa yang kita ucapkan harus sesuai kenyataan.
Allah SWT berfirman, “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa engkau mengatakan apa-apa yang tidak engkau kerjakan,” (QS. ash-Shaff [61]: 3). []