BANGLADESH — Sebulan lalu, pengadilan tinggi Bangladesh memutuskan bahwa kata “perawan” harus dihapus dari akta nikah Muslim. Putusan ini merupakan tonggak penting bagi para wanita di Bangladesh mengingat energi, kerja, dan waktu yang digunakan para juru kampanye untuk menentang istilah yang dianggap “memalukan dan diskriminatif” tersebut.
Di negara Asia Selatan, status wanita yang akan menikah jelas harus dipastikan. Mempelai wanita biasanya berstatus seorang Kumari (perawan), atau seorang janda baik cerai maupun janda mati.
BACA JUGA: Di Bangladesh, Tukang Cukur Dilarang Tiru Gaya Rambut Barat
Hal itu juga diberlakukan di Bangladesh. Namun, para pengantin pria tidak diwajibkan untuk menyatakan status perkawinan mereka.
Dalam putusan singkat, Pengadilan Tinggi negara itu memerintahkan pemerintah untuk menghapus istilah “perawan” dan menggantinya dengan istilah “belum menikah”,
Wakil Jaksa Agung Amit Talukder mengatakan kepada kantor berita AFP, pengadilan diperkirakan akan menerbitkan putusan lengkap pada bulan Oktober ini.
Kampanye menentang pencantuman status “perawan” di akta nikah telah lama digaungkan oleh beberapa kelompok hak asasi manusia sejak istilah itu digunakan pada tahun 1961. Mereka mengklaim itu melanggar privasi wanita yang akan menikah.
“Hakim setuju bahwa itu merupakan pelanggaran terhadap privasi wanita dan hak-hak dasar,” kata Aynun Nahar Siddiqua, salah satu pengacara yang mewakili para pembuat kasus.
Dia mengatakan kepada CNN bahwa selain menghapus kata “perawan” untuk status wanita yang akan menikah, pengadilan juga memutuskan bahwa calon pengantin pria harus mengungkapkan status perkawinan mereka juga.
“Ini adalah keputusan yang memberi kami keyakinan bahwa kami dapat berjuang dan menciptakan lebih banyak perubahan bagi perempuan di masa depan,” tambah Siddiqua.
BACA JUGA: Pemerintah Bangladesh Larang Warganya Menikah dengan Pengungsi Rohingya
Sayangnya, tidak ada seorang pun dari pemerintah yang dapat berkomentar tentang perubahan yang diputuskan oleh pengadilan atau kapan keputusan itu akan dilaksanakan.
Mohammad Ali Akbar Sarker, pendaftar pernikahan Muslim dari Bangladesh, mengatakan kepada Reuters bahwa pendaftar seperti dia sedang menunggu untuk diberitahu secara resmi oleh Kementerian Hukum dan Kehakiman tentang perubahan sesuai dengan akta nikah.
“Saya telah melakukan banyak pernikahan di Dhaka dan saya sering ditanya mengapa pria memiliki kebebasan untuk tidak mengungkapkan status mereka tetapi wanita tidak. Saya selalu mengatakan kepada mereka bahwa ini bukan di tangan saya. Saya kira saya tidak akan ditanya pertanyaan itu lagi,” kata Sarker.
Bangladesh adalah negara mayoritas Muslim terbesar ketiga di dunia dan hampir 90 persen dari 168 juta penduduknya adalah Muslim. []
SUMBER: MVSLIM | AFP | CNN | REUTERS