ABDULLAH bin Abdullah bin Ubay merasa gundah. Dirinya adalah salah seorang sahabat Nabi dan sangat mencintai Rasulullah. Bahkan, apa pun akan dikorbankannya demi Allah dan Rasul-Nya.
Sementara itu, ayahnya adalah seorang gembong kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubay. Meskipun ayahnya secara lahiriah ikut memeluk Islam, tetapi sesungguhnya dalam hatinya yang ada hanyalah rasa benci. Benci pada agama Islam, terlebih pada Rasulullah Saw. Meski anak seorang gembong munafik, tapi rupanya hidayah Allah telah hadir di dada Abdullah bin Abdullah bin Ubay.
BACA JUGA: Ubay bin Ka’ab Berdoa Diberikan Sakit
la pun berupaya agar ayahnya juga bisa mencintai Rasulullah sama seperti dirinya.
Di suatu kesempatan saat Abdullah sedang duduk di hadapan Rasulullah, ia melihat Rasulullah minum. “Wahai Rasulullah, maukah engkau menyisakan air minummu untuk kuberikan kepada ayahku? Semoga Allah membersihkan hatinya dengan meminum air tersebut,” pinta Abdullah kepada Rasulullah.
Rasulullah pun memberikan sisa air minumnya. Dengan gembira Abdullah membawa sisa air tersebut. la berharap ayahnya bisa berubah karenanya.
Semua tak sesuai yang diharapkan. Ketika Abdullah bin Abdullah bin Ubay memberikan air minum sisa Rasulullah, ayahnya berkata, “Apa ini?” tanya Ibnu Ubay ketika Abdullah meminta ayahnya meminum air tersebut.
Abdullah mengatakan bahwa itu adalah sisa air minum Rasulullah.
BACA JUGA: Rubayyi binti Mu’awwidz dan Asma Tak Setuju soal Abu Jahal
“Apa? Mengapa bukan air kencing ibumu yang kamu berikan kepadaku? Itu lebih suci daripada air ini,” jawab Abdullah bin Ubay kasar.
Abdullah menjadi marah mendengar perkataan ayahnya. la tidak rela Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, dihina oleh siapa pun. Termasuk oleh ayahnya. Abdullah kemudian menghadap Rasulullah dan melaporkan sikap ayahnya. “Ya Rasulullah, apakah engkau mengizinkan aku untuk membunuhnya?” tanya Abdullah menahan marah.
“Jangan, malah sebaiknya engkau bersikap lembut dan berbuat baiklah kepadanya,”jawab Rasulullah tenang. []
Sumber: Para Abdullah di SekitarRasulullah/ Haeriah Syamsuddin/Khazanah Intelektual/ 2013