KAPAN hari, saya sekeluarga berkunjung ke kediaman pasutri mantan teman kerja suami di perusahaan pertama. Rumahnya lumayan jauh, menempuh waktu kurang lebih empat jam dari tempat tinggal kami. Sebut saja namanya X.
Puluhan tahun tak bertemu, membuat saya dan suami pangling saat X menjemput kami di jalan dan memandunya ke rumah. Dulu sekali, dia adalah sosok tinggi besar dan gagah. Namun sayang, masalah demi masalah yang mendera justru membuatnya lari ke rokok. Fisiknya berubah drastis menjadi kurus kering dan terlihat tua, ditambah lagi gigi geliginya menghitam terkena imbas nikotin.
BACA JUGA: Ditinggal Kabur Pengantin Pria Usai Pesta Nikah, Wanita Ini Tanggung Utang Rp.1,6 M
Singkat cerita, kami pun sampai di huniannya, tepatnya rumah warisan dari orang tuanya. Kondisi kediaman X membuat saya dan suami prihatin, meskipun terbilang besar pun sebagian sudah berlantai keramik, tapi tak bisa dipungkiri bahwa tempat tinggal tersebut terlihat suram dan tak terawat dengan baik. Hanya ada seperangkat sofa tua di ruang tamu yang lumayan luas, sebuah motor, dan bufet kecil.
Beberapa tahun terakhir, X tak punya pekerjaan tetap layaknya dulu. Proyek-proyek yang di-handle-nya sudah berakhir. Dia pun gagal direkrut salah satu perusahaan ternama karena sakit jantung. Saat ini, kesibukan X hanya berkutat pada ternak unggas. Mungkin terlalu tinggi kalau saya bilang berternak. Bebek dan ayamnya hanya beberapa puluh, kandangnya pun tak terawat, berada di sebelah rumah dengan bau yang menyengat. Padahal, ada empat orang anak yang harus disekolahkan. Si sulung tengah kuliah, anaknya nomor dua mondok, sedangkan yang ketiga dan si bungsu masih duduk di sekolah dasar. Bisa dibayangkan berapa juta rupiah yang harus dikeluarkan setiap bulan hanya untuk biaya pendidikan mereka berempat.
Belasan tahun silam, X adalah pekerja keras di pabrik. Di saat banyak karyawan yang hidup sederhana bahkan mengetatkan ikat pinggang—termasuk saya dan suami—X berani merenovasi rumahnya dengan harga fantastis. Dananya dengan cara pinjam ke bank. Sepertinya, dari situlah awal semuanya dimulai–awal menuju kehancuran.
Entah bagaimana ceritanya, X mulai terlibat utang ke teman-teman. Sekali dua kali bisa melunasi, lama-lama … nama baik X jatuh karena banyak utang yang terabaikan. Tidak sedikit rekan-rekan kerja yang dongkol saat menagih hak mereka yang telah dipinjam X, dan akhirnya terpaksa mengikhlaskan uang tersebut. Pinjam sana belum lunas, lari ke sahabat lainnya, pinjam lagi ke nama yang berbeda, begitu terus. Hingga akhirnya, rumah bagus pun dijual dengan harga rendah dan mau tak mau X balik ke desa dengan membawa segudang masalah.
BACA JUGA: Begini Doa agar Dimudahkan Bayar Utang
Belum genap seminggu kami pulang dari rumahnya, X tiba-tiba wa suami untuk pinjam uang dalam jumlah besar dan berjanji untuk melunasinya satu atau dua bulan ke depan.
Subhanallah … wis ah, benar-benar speechless saya.
Utang benar-benar membawa sengsara, bisa membuat hubungan persaudaraan dan persahabatan retak, bahkan ancamannya di akhirat sangat mengerikan jika utang tak dilunasi saat hidup di dunia, karena dinar dan dirham tak berlaku di sana. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word