BAHAGIA bukan hanya milik orang kaya, terpandang, dan memiliki segalanya. Kisah hidup Christina Onassis merupakan pelajaran berharga bagi kita, putri Aristotle Onassis, milyarder terkenal asal Yunani ini layak kita renungkan.
Setelah ayahnya meninggal, Christina mewarisi seluruh kekayaan peninggalannya. Harta yang ditinggalkan berupa simpanan deposito, real estate, armada laut, perusahaan penerbangan, danau pribadi, dan pesawat pribadi. Bahkan Christina memiliki pulau pribadi.
Bayangkan!
Orang kaya macam apa sehingga memiliki pulau pribadi?
BACA JUGA: Balon dan Kebahagiaan Kita Sendiri
Sungguh, sebuah kekayaan yang luar biasa. Kaya banget. Banyak orang mengagumi dan berangan ingin sepertinya.
Secara kasat mata, siapapun yang memiliki harta sebanyak itu pasti menjadi orang paling bahagia di dunia.
Lantas apakah demikian yang dirasakan Christina? Apakah harta segunung itu membuat hidupnya tenang, nyaman dan bahagia? Apakah rumah tangganya rukun, harmonis dan penuh cinta?
Ternyata tidak. Saat ayahnya masih hidup, Christina menikah dengan pria Amerika. Tapi usia pernikahannya hanya seumur jagung saja, karena tidak ada kecocokan sehingga beberapa bulan kemudian mereka pun bercerai.
Pernikahan kedua dilaksanakan setelah ayahnya meninggal dunia, kali ini dengan seorang pria Yunani. Ternyata nasib pernikahan ini pun tak berlangsung lama, hanya beberapa bulan saja menikah dan berakhir perceraian.
Sedih?
Tentu saja.
Setelah dua kali kecewa, mengalami kegagalan membina rumah tangga, dan dua kali kebahagiaan merenggas mengoyak jiwa, sejak ini pula Christina memutuskan hidup sendiri. Ya, hidup sendiri untuk mencari kebagaiaan.
Apakah kebahagiaan ditemukannya? Jawabannya tidak.
Christina merasa hampa di tengah gelimangnya harta benda. Lalu memutuskan untuk menikah lagi. Saat seorang wartawan bertanya mengenai keputusannya ini, Christina hanya menjawab singkat, “Saya mencari kebahagiaan.”
Pernikahan ketiga dilakukan bersama pria komunis Rusia. Tapi lagi-lagi pernikahan ini pun goyah di terjang gelombang percekcokan.
Susah payah Christina mempertahankan bahtera rumah tangganya, akhrirnya bahtera cinta pun karam di telan badai perceraian. Hanya satu tahun saja pernikahan ini bertahan.
Christina tak putus asa, kegagalan demi kegagalan tak menyurutkannya untuk menikah lagi. Bukan mencari kekayaan, kehormatan atau kedudukan, yang dicarinya adalah kebahagiaan. Ya, kebahagiaan.
BACA JUGA: Jika Tujuan Anda Menikah hanya untuk Bahagia…
Pernikahan keempat dilakukan dengan pria Perancis. Tapi untung tak dapat diraih, buah cinta tak bisa dipetik, dan dawai asamara putus menghentikan harmoni cinta dua jiwa. hanya beberapa bulan saja. Pernikahan ini pun berujung menyakitkan, sedih, dan nestapa karena perceraian tak dapat lagi dielakan.
Suatu hari seorang wartawan bertanya, apakah ia masih merasa menjadi wanita terkaya di dunia? “Ya, saya perempuan paling kaya di dunia,” jawab Cristina dengan jujur, “Tapi yang paling tidak bahagia.”
Setelah kisah cintanya kandas di tengah jalan. Setelah kegagalan demi kegagalan menderanya, Christina memutuskan untuk tidak menikah lagi. Ia menikmati hidup sendiri dengan berkunjung ke berbagai kota di seluruh dunia, hingga akhirnya ditemukan berbaring di sebuah kamar hotel yang ada di Argentina.
Siapakah gerangan yang membunuhnya?
Adakah orang lain yang mengincar hartanya hingga tega menghilangkan nyawanya?
Ternyata bukan dibunuh, tapi bunuh diri. Sebuah perjalanan hidup yang pelik, rumit, dan tragis.
Di mana letak bahagia?
Ada dalam taat, tunduk, dan patuh pada Allah Swt. Dalam menjalankan sunnah-sunnah Rasulullah Saw. Bahagia itu sebagaimana nasihat Syaikh Said Nursi, “Kebahagiaan dunia terletak pada ibadah dan seberapa taat kita menjadi hamba Allah.”
Bahagia itu sebagaimana syair ini:
Bahagia itu dari dalam diri
Kesannya zahir rupanya maknawi
Terpendam bagai permata di dasar hati
(Unik, “Hakikat Bahagia”)
Bahagia itu sebagaimana nasihat Ibnu Al-Jauzi dalam Shaid Al-Khatir, “Penyebab kebahagiaan adalah ketakwaan.”
Lalu beliau membaca ayat, Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Q.s. ath-Thalaaq [65]: 2), Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya (Q.s. ath-Thalaaq [65]: 4).
Ukuran bahagianya seorang muslim adalah iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Wallahu’alam. []