ADA hal yang sangat indah yang kudengar dari mulut adikku tadi pagi. Untuk pertama kalinya dalam ingatanku, saudaraku mengatakan bahwa dia menyayangiku.
Semuanya telah berlalu penuh cinta, cinta yang tak pernah terucap tapi kian tercermin dalam perlakuan, pengorbanan, dan penerimaanku terhadapnya. Selama 19 tahun aku bersamanya, selama 21 tahun hidupku, cinta itu telah mengakar melalui bentuk yang lain.
BACA JUGA: Mengapa Kamu Masih Belum Sekolah?
Kami juga seringkali menghabiskan waktu untuk bersenang-senang bersama. Lebih sering dia berteriak padaku, memukulku, dan itu tak pernah terhitung. Mungkin hari ini adalah pertama kalinya, ia menyadari bersama siapa ia hidup, ia jelas menyatakan bahwa ia senang menjadi adikku.
Ketika aku mengatakannya kepada ayah dan ibuku, mereka memelukku dan aku menangis dalam bahunya. Aku katakana kepada mereka berdua, “Dia tidak membenciku, Yah, Bu”. Ia berada di ruang bawah tanah, tengah bermain musik, dan ia tidak menyadari kecamuk emosi tengah terjadi lantai atas.
Ini adalah pengalaman terindah selama aku menjalani hari menjadi orang tua ketiga. Ya! Orang tua ketiga!
Tahun-tahun berlalu menjadi tahun yang gelap. Aku harus tumbuh dengan cepat. Karena meskipun orang tuaku begitu kuat, ada terlalu banyak yang tak terkatakan tentang kondisinya. Orang bilang dia cacat mental, sebagian lain mengatakan dia autis. Dan akulah saudaranya yang selalu menjadi orang yang harus berkorban agar semua hal akan lebih mudah.
BACA JUGA: Balon dan Kebahagiaan Kita Sendiri
Tapi sekarang, keluar dari sekolah, ia adalah seorang seniman. Dia mendapat telepon beberapa hari lalu, yang meminta ia tampil di Beijing sebagai bagian dari tamu internasional. Aku tidak pernah melihat raut wajah orang tuaku sebangga itu. Tahun-tahun sebelumnya hanya menjadi mimpi buruk.
Hanya tiga kata darinya, “Aku menyayangimu, Bro,” bisa sedikit menyembuhkan luka, dari tahun-tahun yang gelap.
Ah, Bro! Aku juga menyayangimu. Sangat. []
Sumber: Sunnyskyz