Oleh: Arini Nabila Azzahra
Mahasiswi Program Studi Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
arininabila56@gmail.com
HIJRAH bukan merupakan istilah yang baru dalam Islam. Hijrah telah dilakukan pada saat Islam mulai melakukan pergerakannya. Hijrah yang dilakukan pada masa lampau merupakan hijrah secara fisik yang mana mengharuskan seseorang meninggalkan tempatnya dan berpindah ke tempat lain dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan dan keamanan.
Peristiwa hijrah yang sangat masyhur di kalangan masyarakat sebenarnya bukan merupakan kali pertama yang dilakukan oleh lingkup yang besar yakni seluruh umat Islam yang ada di Mekkah kemudian berhijrah ke Madinah secara berangsur-angsur. Eksistensi hijrah semakin hari semakin dikenal orang banyak.
BACA JUGA: Beda Hijrah Nabi Muhammad dengan Nabi Lainnya
Apalagi di era modern ini. banyak dari masyarakat yang memunculkan kembali atau menghidupkan kembali tradisi tersebut, Kepribadian serta tingkah laku yang berpindah dari tempat dan kebiasaan sebelumnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah hal tersebut dapat dikatakan sebagai hijrah ataukah sebuah perubahan yang biasa terjadi?
Makna hijrah sendiri menurut Ahsin W. Al-Hafidz menyatakan bahwa hijrah berarti pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain. Dari apa yang disebutkan Ahsin W. Al-Hafidz bahwa hijrah dapat dimaknai dengan “meninggalkan”. Dalam praktiknya, hijrah lebih berorientasi pada perpindahan fisik yang mana hal tersebut Rasulullah SAW. contohkan pada saat peristiwa hijrahnya umat muslim dari Mekah ke Madinah. Fenomena ini pun muncul kembali dan berkembang cukup pesat di kalangan masyarakat saat ini. dengan konsep dan esensi yang sama hanya saja dengan praktek yang berbeda, yakni perpindahan secara fisik berupa perubahan penampilan atau gaya hidup.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perpindahan fisik inilah yang dianggap sebagai otoritarianisme dalam hijrah. Artinya, dalam persoalan ini hijrah hanya berorientasi pada perpindahan fisik saja seperti dicontohkan nabi-nabi terdahulu.
Hijrah menjadi sebuah fenomena yang marak terjadi saat ini. Fenomena yang berupa gerakan mengampanyekan hijrah ini banyak dilakukan baik di media sosial maupun sarana langsung melalui dakwah dan lain sebagainya. Jika diamati, gerakan hijrah amat populer di kalangan anak muda kelas menengah perkotaan baik itu di kalangan masyarakat biasa bahkan terjadi pula di kalangan selebritis. Yang mana ciri paling menonjol dari gerakan hijrahnya ialah menjadikan setiap aspek dalam kehidupannya sesuai syari’at atau yang berbasis syar’i, seperti pakaian yang syar’i, pengelolaan bisnis syar’i, serta melakukan kajian-kajian.
Ciri khas yang sangat signifikan dari gerakan hijrah ini ialah adanya perubahan dari segi fisik masing-masing individu. Bisa dikatakan hal tersebut menjadi claim bahwa mereka telah berhijrah. Tingkat terendah dari gerakan hijrah ini ialah mengubah penampilan dari yang terbuka, ketat dan lain sebagainya menjadi tertutup dan berpakaian syar’i.
Hal di atas sangat berbeda bila dikaitkan dengan esensi hijrah di zaman dahulu. Itu bukanlah suatu peristiwa yang diadakan-adakan, sebab makna hijrah sendiri berkembang sesuai zamannya. Dan juga dalam sejarah ternyata hijrah tidak hanya mencakup perpindahan fisik dari tempat ke tempat lainnya saja. Ini dibuktikan dengan data sejarah yang tercatat serta teks-teks keagamaan berupa hadits, di antaranya:
1. Hijrah merupakan meninggalkan larangan Allah SWT (H.R. Ahmad bin Hanbal)
2. Hijrah merupakan upaya penyelamatan diri ketika dalam bahaya (H,R Bukhari: 3900)
3. Pengusiran Nabi Adam as. dari Surga merupakan salah satu contoh peristiwa hijrah yakni perpindahan dari sattu tempat ke tempat lain.
4. Hijrahnya Nabi Nuh as. yakni untuk mengajak kaumnya ke jalan yang benar yaitu beriman kepada Allah SWT
5. Hijrahnya Nabi Ibrahim as. yakni berpindah untuk meluruskan ajaran kaum Nabi Ibrahim as. dari menyembah berhala menjadi menyembah kepada Allah swt. semata.
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa istilah hijrah disesuaikan dengan konteksnya. Dimana pada zaman now ini, fashion menjadi sebuah prioritas sosial kemasyarakatan dan psikologi seseorang sangat sangat urgen.
BACA JUGA: 4 Faktor yang Memicu Rasulullah SAW Hijrah ke Madinah
Hijrah merupakan sebuah fenomena yang marak terjadi di Indonesia khususnya. Yang mana dalam prakteknya orang-orang yang berhijrah lebih berorientasi pada perubahan penampilan, sebab itulah yang pertama kali tanda yang dapat diindera bahwa ia telah berhijrah. Hal tersebut merupakan proses pemaknaan orang-orang terhadap teks keagamaan yakni hadis Nabi SAW kenyataannya pemaknaan tersebut justru menjadi otoritarianisme pada masalah hijrah. Sebab apa yang dijadikan acuan dalam berhijrah ialah perubahan fisik.
Di Indonesia sudah menjadi hal yang tidak asing lagi mengenai istilah hijrah. Justru hijrah menjadi sebuah tren terutama di kalangan anak muda. Pada prakteknya, hijrah yang digaungkan oleh masyarakat Indonesia atau aktivis hijrah ialah perubahan penampilan dan psikis diri. Yang mana dapat kita lihat dengan jelas perbedaannya ketika seseorang melakukan hijrah. Seperti perubahan berpakaian, seorang wanita menggunakan pakaian syar’i yang sebelumnya menggunakan pakaian yang kurang sopan atau menggunakan niqab. Seorang laki-laki yang hijrah biasanya menumbuhkan jenggutnya, menggunakan celana cingkrang atau gamis, dan lain sebagainya.
Fenomena yang terjadi di Indonesia ini menunjukkan adanya reproduksi makna yang cukup signifikan. Yang mana dapat dipahami sebelumnya bahwa hijrah lebih populer dengan perpindahan tempat atau perpindahan secara fisik. Padahal, jika dikontekskan hal tersebut sudah mengalami pergeseran makna.
Walaupun pada hakikatnya makna asal hijrah tidak pudar begitu saja. Bahkan muncul pula karena salah pemaknaan hijrah menjadikan hijrah yang radikal. Contohnya seperti menjadi seorang yang asosial. Rasulullah SAW Tidak pernah mencontohkan hal tersebut justru hijrah menjadi relasi untuk memperbaiki sosial kemasyarakatan umat islam.
Untuk menjawab pertanyaan diawal, tentunya berbeda dalam prakteknya. Namun esensinya sendiri ialah perubahan, perpindahan, perbaikan. Dalam prakteknya sendiri manusia dituntut untuk lebih kreatif dan berpikir. Hal tersebut bukanlah suatu hal yang dilarang bila praktek hijrah itu sendiri diaplikasikan dengan tidak keluar dari syari’at Islam.
Referensi:
Muhtador, Mohammad.2018. Pergulatan Otoritas dan Otoritarianisme Dalam Penafsiran (Pembacaan Hermeneutis Khaled Abou El-Fadl. QOF, Volume 2 Nomor 1.
Ridwan, Mohammad.2017.Konstruksi Otoritarianisme Hukum Islam Menurut Khaled Abou El-Fadl.Fenomena, Volume 9, No.1.
Suarni. 2016. Sejarah Hijrah dalam Perspektif Alquran. Al-Mu’ashirah vol.13, No.2.
Syarifuddin. 2015. Hermeneutika Khaled Abou El-Fadl. Substantia, volume 17 nomor 2.
Syamsuddin, Sahiron. 2010. Hermeneutika Alquran dan Hadis.eLSAQ: Yogyakarta.
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.