Oleh: Ainul Mizan
Malang
mizanainul@gmail.com
SETIAP memasuki bulan Rabiul Awal, terkenang sosok manusia agung kekasih Allah SWT. Kegundahannya adalah memikirkan nasib umatnya. Bahkan kegundahan memikirkan nasib umatnya tersebut terbawa hingga menjelang wafatnya. Beliau gundah akan nasib umatnya sepeninggal beliau. Apakah umatnya tetap berpegang teguh akan ajaran yang dibawanya? Ataukah justru umatnya ini banyak menelantarkannya?
Bulan Rabiul Awal mendendangkan kerinduan kepada sosok tauladan sepanjang jaman yakni Nabi Muhammad SAW. Kami mengetahui bahwa dengan kegembiraan saja menyambut kelahiranmu, bisa mendatangkan rahmat Allah SWT. Adalah Abu Lahab, sang paman yang memusuhi dakwah Nabi SAW, mendapatkan dispensasi dari siksa yang diterimanya setiap hari kelahiran Nabi SAW lantaran suka citanya menyambut kelahiran beliau SAW. Lantas, bagaimana pula dengan kita, umatnya yang ingin meneladaninya dan menaatinya? Tentu keberkahan hidup akan didapatkan.
Ekspresi kegembiraan dan suka cita menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW itu terlihat di tengah – tengah kaum muslimin. Mereka membaca sholawat, melakukan diba’an dan mengadakan pengajian mauidhoh hasanah serta seabrek kegiatan lainnya sebagai wujud kegembiraan menyambut kelahiran Nabi SAW. Adalah merupakan kewajaran bila orang tua sangat gembira dengan kehadiran seorang anak di tengah – tengah kehidupan mereka. Bahkan mereka akan mengungkapkan kegembiraan tersebut dengan melakukan perayaan kecil – kecilan atas kehadiran sang buah hati. Hari – hari mereka akan penuh warna kebahagiaan. Bertumpu asa akan anaknya nanti menjadi anak yang sholih sehingga menjadi tabungan kebaikan dan pahala bagi kehidupan mereka di dunia dan akherat.
Sedangkan momen Rabiul Awal ini adalah momen kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kelahiran manusia agung yang mendapatkan mandat menyelamatkan manusia dan dunia dari kehancuran. Risalah Islam sebagai kunci keselamatan dunia dan akherat, disampaikannya. Tidakkah lebih layak lagi bagi kita untuk bersuka cita dan mengekspresikan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW?
Akan tetapi kegembiraan dan suka cita itu sebagian besarnya hanya berhenti dan terpaku secara seremonial belaka. Suka cita akan kelahiran Nabi Muhammad SAW berhenti di malam itu. Ya, malam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Seolah mereka sudah merasa cukup dengan ekspresi suka cita dan kegembiraan di malam peringatan tersebut. Itulah wujud cinta mereka kepada sang junjungan.
Akibatnya yang terjadi kewajiban ditinggalkan dengan pemakluman udzur habis mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sejak sore begitu sibuknya mengurus semua hal terkait peringatan Maulid Nabi. Sholat Ashar, Maghrib dan Isya pun melayang diterbangkan oleh kesibukan melakukan perayaan. Tidak terkecuali Sholat Subuh juga terlewati. Bangun tidur kesiangan. Saat ditanyakan jawabannya adalah maklum tadi malam begadang melakukan kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Walhasil, berulang kali peringatan Maulid Nabi SAW diselenggarakan, potret kehidupan umat belum berubah. Umat ini masih terpuruk dalam gelapnya lorong kehidupan yang jauh dari penerapan risalah sang Nabi.
Sedangkan Mauidhoh hasanah diperdengarkan, bahwa kelahiran Nabi Muhammad SAW menandai akan era baru. Yakni sebuah era untuk mengubah wajah dunia yang diliputi kegelapan menjadi wajah baru dunia yang diliputi cahaya petunjuk ilahi yakni Islam.
Ekspresi kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW menjadi sumber energi yang seharusnya melahirkan munculnya enegi dan gelombang besar sebuah untuk umat. Dengan demikian kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW bukanlah kecintaan yang semu. Akan
tetapi kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW adalah sebuah cinta sejati, sebuah cinta yang melahirkan ketaatan dalam melaksanakan dan berpegang teguh pada ajaran yang mulia. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.