TANYA: Kapan Maulid Nabi pertama kali diperingati?
Jawab:
Nabi Muhammad diyakini lahir pada saat terjadi peristiwa penyerangan Kabah oleh pasukan yang dipimpin Abrahah. Tahun terjadinya peristiwa itu dikenal dengan sebutan tahun gajah.
Bulan lahirnya ditetapkan jatuh pada Rabiul Awal. Tetapi, tanggal lahirnya yang tepat masih menimbulkan pertanyaan. Demikian pula dengan tanggal 12 Rabiul Awal yang banyak diyakini sebagai tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW atau maulid nabi.
Ini berdasarkan bahwa sejarah penggunaan kalender Islam pertama kali ditetapkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab (beberapa tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat).
BACA JUGA: Inilah Sejarah Peringatan Maulid Nabi di Kota Mekah
Keinginan untuk mengingat hari lahir Rasulullah muncul di masa kekuasaan Khalifah Umar yang memerintah antara 22-32 Hijriah atau sekitar 638 Masehi. Saat itu Khalifah Umar ingin menjadikan kalender Hijriah yang berbasis peredaran bulan sebagai sistem penanggalan resmi pemerintahan Islam. Para sahabat sempat mengalami kesulitan dalam penetapan kapan dimulainya kalender Hijriah ini karena banyaknya pandangan dari para sahabat terkait peristiwa penting sebagai titik awal berlakunya kalender.
Ada gagasan untuk menjadikan hari lahir Rasulullah sebagai patokan awal. Sayangnya, tidak ada satupun sahabat yang tahu kapan tepatnya Rasulullah lahir. Masalah semakin rumit karena tidak ada tradisi pencatatan sejarah pada masyarakat Arab kala itu. Sehingga, jejak tertulis mengenai kelahiran Rasulullah tidak ada. Tetapi, masyarakat Arab terbiasa mengingat peristiwa penting di masa lalu. Salah satunya peristiwa penyerangan Kabah oleh pasukan gajah pimpinan Abrahah yang bertepatan dengan lahirnya Rasulullah.
Mayoritas ulama menetapkan peristiwa itu terjadi pada 12 Rabiul Awal Tahun Gajah. Jika dilihat berdasarkan kalender Masehi, maka terjadi pada 20 April 571.
Seperti halnya hari lahir Nabi Muhammad SAW yang masih jadi perdebatan, peringatan maulid Nabi pun tak lepas dari perdebatan. Demikian juga tinjauan sejarah tentang peringatan maulid yang pertama kali dilakukan. Masih terdapat berbagai perbedaan pendapat.
1 Bani Fatimiyah
Disebutkan para ahli sejarah bahwa kelompok yang pertama kali mengadakan maulid adalah kelompok Bathiniyah, yang menamakan dirinya sebagai bani Fatimiyah dan mengaku sebagai keturunan Ahli Bait (keturunan Nabi SAW). Disebutkan bahwa kelompok batiniyah memiliki 6 peringatan maulid, yaitu maulid Nabi SAW, maulid Ali bin Abi Thalib kr, maulid Fatimah, maulid Hasan, maulid Husain dan maulid penguasa mereka.
Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan, “Para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan ‘Idul Fithri, perayaan ‘Idul Adha, perayaan ‘Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.” (Al Mawa’izh wal I’tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar, 1/490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20 dan Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 145-146)
Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal. 44) mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi SAW, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.
Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustadz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun). (Dinukil dari Al Maulid, hal. 20)
Daulah Bathiniyah ini baru berkuasa pada awal abad ke-4 H. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa maulid Nabi SAW baru muncul di zaman belakangan, setelah berakhirnya massa tiga abad yang paling utama dalam umat ini (al quruun al mufadholah). Artinya peringatan maulid ini belum pernah ada di zaman Nabi SAW dan para sahabat, tabi’in dan para Tabi’ tabi’in.
Al Hafid As Sakhawi mengatakan, “Peringatan maulid Nabi SAW belum pernah dinukil dari seorangpun ulama generasi terdahulu yang termasuk dalam tiga generasi utama dalam Islam. Namun peringatan ini terjadi setelah masa itu.”
Terkait peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, akademisi Universitas Leiden yang fokus pada kajian sejarah Islam, Nico Kaptein, mengulas momen tersebut dalam disertasinya. Kaptein mendasarkan ulasannya pada kitab Tarikh Al Ihtifal bi Maulid An Nabawiy karya Al Imam Al Sandubi.
Dalam catatan Kaptein, Al Mu’iz adalah pemimpin dari aliran Syiah. Dia menjadikan peringatan Maulid Nabi sebagai legitimasi politik dan sering menyebut diri sebagai keluarga Nabi.
Namun, dalam catatan Ibnu Khallikan disebutkan, “Para ulama peneliti nasab mengingkari klaim mereka dalam nasab (yang katanya sampai pada Fatimah).” (Wafayatul A’yan, 3/117-118)
2 Tradisi Sunni di Suriah
Pakar sejarah juga mencatat peringatan Maulid Nabi terdapat pula dalam tradisi Sunni. Pertama kali digelar oleh penguasa Suriah, Sultan Attabiq Nuruddin. Saat itu, peringatan Maulid Nabi dilaksanakan pada malam hari diisi dengan syair pujian terhadap raja. Karena kental dengan nuansa politik, peringatan Maulid Nabi pernah dilarang di era kekuasaan Afdhal Amirul Juyusy.
3 Masa Kepemimpinan Salahuddin Al Ayyubi
Ketika Salahuddin Al Ayyubi berkuasa, dia menghidupkan kembali tradisi Maulid. Banyak kalangan menyebut Sultan Salahuddin adalah tokoh pertama yang menghidupkan tradisi peringatan Maulid Nabi tanpa tendensi politik. Selain itu, Salahuddin juga memanfaatkan peringatan Maulid Nabi sebagai sarana membakar semangat umat Islam yang sedang berjuang merebut kembali Yerusalem yang dikuasai Bangsa Eropa.
Ketika Yerusalem, terutama Masjid Al Aqsa, dikuasai Bangsa Eropa, umat Islam terpecah belah. Salahuddin menggunakan Maulid Nabi untuk mempersatukan kembali umat Islam. Mereka diingatkan tentang bagaimana gigihnya Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat berjuang menghadapi serangan kaum Quraisy.
BACA JUGA: Inilah Sejarah Peringatan Maulid Nabi
Salahuddin juga memerintahkan jemaah haji agar menggelar peringatan Maulid Nabi setiap tanggal 12 Rabiul Awal setelah mereka pulang dari berhaji. Perintah itu dikeluarkan pada 579 H, atau sekitar 1183 M untuk membangkitkan semangat jihad umat Islam.
Selain itu, Salahuddin menggelar sayembara menulis riwayat Rasulullah dengan bahasa yang indah. Sayembara ini diikuti banyak ulama dan sastrawan kala itu.
Terpilih lah Syeikh Ja’far Al Barzanji dengan karyanya ‘Iqd Al Jawahir sebagai pemenang. Karya tersebut kemudian dikenal dengan kitab Al Barzanji dan sangat populer hingga saat ini.
Perjuangan Salahuddin menunjukkan hasil yang baik. Umat Islam kembali bangkit dan membantu Sang Sultan membebaskan Yerusalem. Empat tahun setelah peringatan Maulid Nabi diperintahkan, Yerusalem berhasil direbut kembali. Masjid Al Aqsa terbebas dari cengkeraman musuh.
4 Maulid Nabi di Mekah
Seorang sejarawan Mekah abad ketiga, Al Azraqi menyebut, rumah tempat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam dilahirkan, termasuk tempat yang mustajab untuk salat.
dalam Rihal, catatan tertua yang ditemukan tentang peringatan maulid karya Ibn Jubayr (540-614), disebutkan, “Tempat yang diberkati ini (yaitu rumah Nabi saw) dibuka, semua orang kemudian memasukinya dan mendapatkan barakah darinya, pada setiap hari Senin bulan Rabiul Awal karena pada hari dan bulan itulah Nabi saw dilahirkan.”
Sejarawan abad ketujuh, yaitu Abu al Abbas al Azafi dan putranya al Qasim al Azafi menulis:
“Jamaah haji yang saleh dan parapelancong terkemuka memberikan kesaksian bahwa pada hari maulid di Mekah, tidak ada kegiatan dilakukan, tidak ada yang diperjualbelikan, selain kesibukan orang-orang yang mengunjungi tempat kelahiran Yang Mulia dan bersegera memasukinya. Pada hari itu Ka’bah dibuka dan dapat dimasuki.”
Sementara itu,sejarwan abad kedelapan,Ibn Bathuthah menceritakan, setiap Jumat setelah shalat, dan pada hari kelahiran Nabi saw, pintu Ka’bah dibuka oleh ketua bani Syaybah, pemegang kunci Ka’bah. Dia menceritakan bahwa kepalaqadi Mekah (dari mazhab Syafi’i), Najm al Din Muhammad ibn al Imam Muhy al Din al Thabari, membagikan makanan kepada para syurafa’ (keturunan Nabi saw) dan semua orang Mekah yang lain.
Sedangkan bila digabungkan, berbagai catatan para tokoh abad etiga, yakni sejarawan Ibn Zahira al Hanafi, Imam ibn Hajar al Haytsami dan sejarawan Nahrawali, terungkap bahwa perayaan maulid Nabi memang sudah ada di kota Mekah di abad tersebut. (Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi, Syekh Muhammad Hisyam Kabbani). []
SUMBER: ISLAMI | RUMAYSHO | KONSULTASI SYARIAH