DIDORONG oleh rasa kepedulian sosial terhadap sesama—terutama anak—membuat Chaim Fetter, seorang technopreneur asal Belanda merantau ke Lombok, Indonesia. Di sana, Fetter menemukan hidayah. Masuk Islam.
Fetter terbilang seorang yang sukses di bidangnya. Ia sudah memiliki materi yang cukup dan pekerjaan yang baik di negerinya. Sejak usia 13 tahun ia sudah menjadi seorang programmer dan pionir internet di Belanda. Namun, ia menyadari suatu kekurangan dalam dirinya. Bahwa apa yang ia miliki tidaklah cukup berarti jika ia tidak dapat membantu orang lain.
BACA JUGA: Kisah Artis Cantik Masuk Islam Usai jadi Ateis
Atas dasar kepeduliannya itu, dia pun mendirikan sebuah yayasan bernama Yayasan Peduli Anak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Namun, niatnya ini tidak berjalan mulus. Ia menerima pertentangan dari penduduk setempat, karena pada saat itu Fetter memang tidak memeluk suatu agama pun. Namun, dia bukan seorang atheis. Sebab, dia tetap meyakini adanya Tuhan. Inilah yang kemudian memicu timbulnya tuduhan bahwa Fetter mungkin saja dapat melakukan pemurtadan.
Isu ini tentu sulit untuk dihadapi. Namun karena kesungguhannya dalam memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu disana, Fetter pun melakukan diskusi dengan para tokoh-tokoh masyarakat dan penduduk setempat. Dari seringnya komunikasi dan interaksi inilah Fetter akhirnya tertarik untuk mempelajari agama Islam.
Dalam kesehariannya di tanah Lombok, dia sering mendengar adzan dan juga melihat orang-orang mengerjakan sholat berjhama’ah. Dia pun pada akhirnya terpanggil dan tergerak untuk masuk Islam.
BACA JUGA: Traveler asal Belanda Ini Masuk Islam di Indonesia setelah Kunjungi 60 Negara
Di Usia 33 tahun, Selain mengurus dan membesarkan Yayasan Peduli Anak yang dirintisnya, sekarang ini dia juga masih tetap belajar tentang ajaran Islam seperti sholat dan membaca al-qur’an pada ulama-ulama yang ada di Lombok. Dan, dia sudah membulatkan tekadnya untuk tetap istiqomah.
Demikianlah hidayah Allah dapat diberikan-Nya pada siapapun yang Dia kehendaki. []