Oleh: Hamsina Halik
Member Revowriter
hamsina.halik@gmail.com
BULAN Rabiul Awal sebentar lagi berakhir. Namun, momen peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW masih sangat terasa. Berbagai rangkaian kegiatan mengisi bulan ini, bulan yang mulia nan agung. Bulan yang penuh makna bagi setiap umat Islam. Bagaimana tidak, kelahirannya memiliki makna yang agung, dengannya Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Sudah menjadi aktivitas rutin tiap tahunnya, peringatan maulid ini dilakukan oleh masyarakat dalam rangka menyambut kelahiran Nabi SAW ini. Namun, peringatan ini tak akan ada nilainya jika hanya sebatas seremonial semata, tanpa dibarengi dengan kemauan untuk taat pada apa dibawa oleh Nabi SAW berupa risalah yang diturunkan oleh Allah SWT kepadanya.
Mengenang kelahiran Nabi SAW akan menjadi momen yang sangat penting dan utama. Sebab, ini akan mengingatkan kembali kepada sosok manusia yang memiliki peran penting dalam kemajuan peradaban dunia sepanjang sejarah. Juga, akan semakin menumbuhkan kecintaan umatnya pada Nabi-Nya.
BACA JUGA: Isi Peringatan Maulid, Ustadz Ahmad Syaikhu Ingatkan Kewajiban-kewajiban Kita pada Nabi
Tak seorang muslim pun yang tak mencintai Nabi SAW. Dan sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk mencintainya, sebab cinta pada Nabi SAW menjadi salah satu pembuktian keimanan seorang muslim. Sekaligus menjadi bekal yang akan mengantarkannya pada surga-Nya, bersama-sama dengan beliau diakhirat kelak. Sebagaimana dalam sebuah hadits:
“Seorang Arab berkata kepada Rasulullah SAW, ‘Kapan Hari Kiamat?’ Rasulullah SAW balik bertanya kepada dia, ‘Apa yang telah engkau siapkan untuk menghadapi Hari Kiamat?’ Dia berkata, ‘Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.’ Beliau bersabda, ‘Engkau bersama dengan yang engkau cintai.'” (HR. Muslim)
Namun, cinta kepada Nabi SAW tak sebatas dilisan atau sekadar memperingati kelahirannya, melainkan harus ada bukti nyata jika benar-benar mencintainya. Sebagaimana seseorang yang mencintai pasangan atau orang tuanya, maka ia akan lebih mengutamakan, mengikuti dan menyukai segala apa yang ada dalam dirinya.
Demikian pula, jika benar-benar mencintai Nabi SAW maka segala apa yang ada dalam diri beliau pun akan dicintainya. Sebab, salah satu bukti cinta kepada Nabi SAW adalah dengan berusaha dan bersungguh-sungguh meneladani apa yang ada dalam dirinya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya dalam diri Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik”. (TQS. al Ahzab: 21)
Sudah jelas bahwa sebaik-baik suri teladan hanyalah Nabi SAW, sehingga tak ada alasan untuk tidak meneladaninya sebagai bukti cinta kepadanya. Dalam hal ibadah, terkenal sebagai orang yang paling kuat dalam bersunggguh-sungguh beribadah kepada Allah SWT. Padahal, sudah diketahui bersama bahwa jaminan surga pada beliau sudah ada. Namun, beliau tetap bersunggguh-sungguh dalam beribadah. Jika demikian, tentu umatnya harus lebih tekun dan giat lagi dalam beribadah.
Dalam hal akhlak, Nabi SAW terkenal sebagai pribadi yang paling mulia akhlaknya. Lemah lembut terhadap istrinya. Juga tegas dan keras jika berada pada kondisi yang memang mengharuskan bersikap demikian.
Dalam bermasyarakat pun, beliau senantiasa berlemah lembut, mencintai orang yang lemah termasuk orang-orang membutuhkan pertolongan. Dihadapan sesama muslim dikenal dengan sikap rendah hatinya, namun sangat tegas dan keras dihadapan orang-orang kafir terlebih kafir harbi.
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (TQS. Al Fath: 29)
Teladan Nabi SAW tak hanya ada dalam aspek ibadah, individu, keluarga ataupun masyarakat. Beliau juga memberikan teladan kepemimpinan dalam bernegara, mulai dari berpolitik hingga penerapan hukum dalam menyelesaikan segala permasalahan. Dalam hal kepemimpinan, Nabi SAW begitu konsisten dalam menerapkan syariah-Nya secara total dalam segala aspek kehidupan di Madinah. Tak melihat posisi dan kedudukan seseorang. Semua sama di mata hukum syara’.
Hal itu nampak ketika ada yang meminta kepadanya untuk meringankan hukuman terhadap wanita terpandang yang mencuri. Meski yang memohon ini pun dekat dengan beliau. Namun, dengan tegas beliau bersabda:
“Wahai manusia, sungguh orang-orang sebelum kalian itu binasa karena bila orang yang melakukan pencurian itu orang terpandang, mereka biarkan. Namun, bila yang mencuri itu kalangan rakyat jelata, mereka menerapkan hukuman atasnya. Demi Allah, kalau saja Fathimah putri Muhammad mencuri, sungguh akan aku potong tangannya”. (HR. Muslim)
BACA JUGA: Bolehkah Puasa untuk Memperingati Maulid Nabi?
Keteladanan beliau dalam kepemimpinan, jika diterapkan ditengah-tengah kehidupan saat ini akan mampu menyelesaikan segala problematika hidup yang telah sukses membuat masyarakat kian terpuruk. Juga, akan membawa kepada kehidupan yang penuh ketentraman, ketenangan dan keberkahan. Islam sebagai rahmatan lilalamin akan terwujud. Tak hanya muslim, tapi juga non muslim.
Semua ini harus dicontoh dan berusaha mewujudkannya dalam kehidupan. Secara total menjadikan Nabi SAW sebagai suri teladan dalam berbagai aspek, individu hingga kehidupan bernegara. Meneladani Nabi SAW dalam segala aspek, tak hanya menjadi bukti cinta kepada Rasul-Nya tapi juga sebagai bukti cinta pada Allah.
Sebab, kecintaan kepada Nabi SAW yang tulus dan benar akan melahirkan ketaatan kepada beliau. Ketaatan dalam segala hal, yang tidak lain merupakan syariah-Nya. Dengan demikian, ketaatan seseorang itu menunjukkan kecintaan. Taat karena ia mencintainya. Dengannya, ia akan berusaha untuk menerapkan kembali syariah-Nya dalam segala aspek kehidupan. Wallahu a’lam. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.