Oleh: Moh. Rofiq Risandi
Mahasiswa Universitas Islam Malang
mohrofiqrisandi@gmail.com
ARAH pergerakan mahasiswa dewasa ini sudah mengalami kehilangan visi dan misi. Ibarat kata, gerakan mahasiswa bagaikan menara kardus. Bertubuh kekar namun keropos di dalam. Berkuantitas besar namun minim dalam kualitas. Mahasiswa yang merupakan tonggak awal dari pergerakan harus paham akan fungsi sosialnya yaitu sebagai agent of change (agen perubahan) dan agent of social control (agen pengawas sosial).
Kekuatan moral mahasiswa dalam bergerak semata–mata berlandaskan pada gerakan moral yang menjadi idealismenya. Kedua adalah kekuatan intelektualitasnya, melalui ilmu pengetahuan yang dimiliki dari bangku perkuliahan yang senantiasa diaplikasikan untuk gerakan moral dan pengabdian kepada masyarakat, karena ilmu merupakan amanah dan tanggung jawab yang harus diamalkan. Ketiga adalah mahasiswa sebagai seorang pemuda memiliki semangat yang merupakan karakter alami yang pasti dimiliki oleh setiap pemuda secara biologis.
BACA JUGA: KAMMI Turki Hadiri Pertemuan Mahasiswa Internasional dengan Presiden Kashmir
“Mahasiswa mesti mempertegas diri untuk memposisikan pemikirannya oposisi biner terhadap kebatilan, menembus dan melumat batas-batas tirani. Mahasiswa yang dengan kecerdasannya mesti mampu mengabstraksikan fenomena sosial politik ke dalam bahasa intelektual, ilmiah, religius dan merakyat.” (Bumi Merah Hitam Caliphate)
Kutipan di atas seolah mengajak mahasiswa untuk bergerak dari kebatilan yang ada dengan berlandaskan kecerdasan intelektual dan moralnya. Hal serupa sejalan dengan tiga hal yang sudah disebutkan sebelumnya, di mana mahasiswa memiliki fungsi sosial sebagai agen perubahan dan pengawas sosial.
Kekuatan moral mahasiswa yakni mahasiswa yang penuh idealisme dan berusaha mengoreksi berbagai penyimpangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara moralitas mahasiswa harus mampu bersikap dan bertindak lebih baik dari yang lainnya karena mereka mempunyai latar belakang sebagai kaum intelektual, Mereka mengatakan yang benar itu adalah benar dengan penuh kejujuran, keberanian, dan rendah hati.
Mahasiswa juga dituntut untuk peka terhadap lingkungan sekitarnya dan terbuka kepada siapa saja. Hal itu semata-mata karena mereka adalah kader-kader calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang, yang memegang kendali bangsa di masa depan. Oleh karena itu mereka berhak untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan memberikan kritik atas setiap kebijakan yang dibuatnya.
Sikap kritis itu merupakan wujud kepedulian mereka terhadap bangsa dan negaranya yang dilakukan dengan ikhlas dan dari hati nurani mereka, bukan atas keterpaksaan maupun intimidasi dari pihak luar. Segala sesuatu yang mereka perjuangkan adalah sesuatu yang mereka yakini adalah baik untuk kehidupan mereka di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Hal tersebut berlaku dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Intelektual sejati akan bertindak secara rasional, lebih mementingkan akal daripada perasaan, obyektif, realistis, mempunyai integrated pesonality hingga sanggup menyatakan benar dan salah tanpa pandang bulu. Intelektual itu sudah seharusnya bergerak maju secara progresif dan kritis. Tidak terikat oleh apapun yang bisa membajak kekhasan intelektual yang kritis. Progresifitas dan kritisme harus menjadi nilai fundamental yang akan menjadi ‘megaphone’ keadilan bagi kemasalahatan manusia.
Problem terkini pada dunia intelektualisme adalah menghambanya kaum intelegensia terhadap penguasa. Fungsi-fungsi intelektualitasnya digerakkan dalam rangka melanggengkan kekuasaan dan otoritarianisme kaum elit dan penguasa yang menjadi nilai abnormalitas tersendiri.
Intelektualisme adalah perlambang kekuatan sebagai manifestasi keberagamaan yang memiliki visi pencerahan, penyadaran dan pencerdasan, bermuara kepada kebebasan dan kemerdekaan sebagai “manusia sadar” yang berperan untuk membebaskan manusia dari penjara kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, gembok pragmatisme, serta perbudakan globalisme yang menghabisi nilai-nilai idealis kemanusiaan. Oleh karena itu untuk dapat menjalani peran penting mahasiswa yang akan mencerahkan dan mencerdaskan kehidupan kemanusiaan kearah yang lebih baik maka perlu adanya intelektualisme dan wawasan yang luas.
BACA JUGA: Mahasiswa Politeknik TEDC Edukasi Warga Buat Sabun Berbahan Baku Minyak Jelantah
Kekuatan moral dan intelektual tidak akan bisa berjalan tanpa rasa semangat yang tinggi, semangat yang melingkupi kekuatan otak dan fisik yang bisa dikatakan dalam titik maksimal, lalu kreatifitas, responsifitas, serta keaktifannya dalam membuat inovasi yang sesuai dengan bidang keilmuannya.
Oleh karena itu, di tengah karut marut persoalan kebangsaan ini, dibutuhkan peran dan kepeloporan mahasiswa sebagai kekuatan moral, intelektual, dan semangat juang sebagai fasilitator kepentingan rakyat sebagai refleksi kembalinya keberadaan mahasiswa dan menentukan posisi yang jelas sebagai basis kekuatan bangsa yang pro rakyat dan anti kepentingan elit.
Tidak bisa dibayangkan bagaimana masa depan Indonesia jika mahasiswanya terlena dan apatis dengan kondisi negara yang hampir lumpuh karena praktik kekuasaan dan politik praktis. Apabila sejak dini sudah tertanam komitmen dan konsistensi sikap untuk selalu membela kepentingan rakyat, kelak jika sudah waktunya menjadi bagian pemimpin Indonesia, mahasiswa akan selalu mengutamakan kepentingan rakyat.
Selebihnya siapapun, apapun dan bagaimanapun mahasiswanya, dia punya tanggung jawab yang besar untuk memberikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa yang berkeadilan sesuai dengan yang diamanahkan undang–undang dan ideologi negara. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.