SETELAH memiliki anak, kebanyakan istri sibuk mengurus anak sehingga mengabaikan kebutuhan psikis suami.
BACA JUGA: Wahai Suami, Sudahkah Anda Penuh Hak Istri Anda?
Berasumsi bahwa suami harus mengerti dan memahami keadaan dan kondisi sang istri yang sibuk mengurus anak, maka ia cenderung fokus mengurus anak. Ia benar benar menjadi ibu.
Bila hal ini terus dibiarkan, lama kelamaan suami akan merasa tersisih, merasa tidak diperhatikan, merasa tidak dibutuhkan kehadirannya kecuali untuk memenuhi kebutuhan anak dan istri. Saat itu mulailah sedikit demi sedikit kelekatan itu akan hilang.
John Gray, Ph.D seorang konselor keluarga mengatakan, “Suami itu butuh seorang istri, bukan seorang ibu”. Karena terkadang saat istri melahirkan seorang anak, saat itu ia telah berubah menjadi seorang “ibu”, bukan saja untuk anaknya namun juga untuk suaminya. Ia berlaku selayaknya seorang ibu kepada anaknya.
Ketika seseorang sudah menikah dan memiliki pasangan, yang harus diingat olehnya adalah mengupayakan adanya “family time”, waktu berkualitas bersama keluarga. Jangan terjebak oleh rutinitas hidup berumah tangga, dari ini ke itu, dari begini ke begitu saja.
Jangan pula terlalu banyak menuntut “me time” karena sejak seseorang menikah ia bukan lagi sosok pribadi yang bisa memperturutkan egonya sendiri. Jiwanya sudah melebur bersama pasangannya.
Ketika seseorang terlalu banyak menuntut ‘me time” untuk dirinya, maka sulit ia mendapatkan kebahagiaan dalam statusnya sebagai istri atau suami.
BACA JUGA:Wahai Istri, Sudahkah Anda Bersyukur atas Kehadiran Suami Anda?
Jadikan family time sebagai waktu terbaik dan waktu untuk mendapat kebahagiaan diri. Tetaplah menjadi istri, walaupun telah menjadi ibu. []
SUMBER: KELUARGA