BANGLADESH–Pemerintah Bangladesh dikabarkan sengaja mempersulit anak-anak pengungsi etnis Muslim Rohingya untuk belajar di sekolah-sekolah dekat kamp penampungan. Menurut laporan lembaga pemantau hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW), diduga Bangladesh menolak anak-anak Rohingya belajar untuk mencegah etnis Rohingya berbaur dengan penduduk Bangladesh.
Seperti dilansir CNN, Selasa (3/12/2019), laporan HRW berjudul “Are We Not Human?” itu mengungkap kesulitan yang dihadapi oleh sekitar 400 ribu anak etnis Rohingya di Bangladesh. Mereka menyatakan tanpa pendidikan dan pengetahuan, anak-anak Rohingya itu rentan terhadap pelecehan, kejahatan dan kemiskinan.
BACA JUGA: Terkait Rohingya, Ini Sederet Tuntutan Organisasi Internasional terhadap Myanmar
“Pemerintah Bangladesh sudah jelas tidak menginginkan Rohingya untuk tinggal di wilayah mereka, tetapi mempersulit anak-anak Rohingya untuk memperoleh pendidikan sama saja mencelakai mereka dan tidak memecahkan masalah pengungsi Rohingya,” kata Direktur Urusan Anak-anak HRW, Bill Van Esveld.
Bill menyatakan laporan itu disusun dari hasil wawancara dengan 163 responden. Mereka terdiri dari anak-anak dan orang tua pengungsi Rohingya, guru, pejabat pemerintah, serta kelompok relawan dan perwakilan Perserikatan Bangsa-bangsa pada Februari lalu.
Dalam laporan setebal 81 halaman itu, pemerintah Bangladesh melarang lembaga relawan PBB dan lembaga non-pemerintah lainnya untuk membantu proses pendidikan anak-anak pengungsi Rohingya.
BACA JUGA: Kamp Pengungsi Rohingya di Bangladesh Kena Longsor
Selain melarang anak-anak pengungsi Rohingya mendapatkan pendidikan di dalam kamp pengungsian, Esveld menyatakan di dalam laporan itu pemerintah Bangladesh juga tidak membolehkan anak-anak itu ikut belajar di sekolah setempat apalagi mengikuti ujian nasional.
“Pemerintah Bangladesh memang menyelamatkan banyak etnis Rohingya dengan menampung mereka di wilayah perbatasan, tetapi mereka harus mengakhiri kebijakan menghalangi anak-anak Rohingya mendapatkan pendidikan,” lanjut Esveld. []
SUMBER: CNN