SELAMA ini, orang kerap kali membandingkan dan berkesimpulan program TV tidak lebih baik daripada Youtube. Sinetron cinta-cintaan dan realty show yang men-ekspose candaan berlebihan dianggap kurang bermutu dan edukatif, apalagi disajikan di waktu primetime dan ditonton anak-anak.
Namun, ternyata anggapan itu semakin terlihat keliru, setelah maraknya konten Youtube yang berisi prank, kata-kata kasar, bahkan konten berbau pornografi.
Konten Youtube berkembang kian pesat. Coba sebut saja mana yang tidak ada di Youtube? Konten kreator berlomba-lomba membuat orang tertarik dan meraih simpati. Sebagian bahkan tak peduli soal edukasi, yang penting penonton suka, yang penting konten ini digandrungi.
Sayangnya, tak seperti di TV, semua konten itu bisa diakses tanpa batas waktu, tak peduli primetime-primetime-an! Dimana saja, asal punya kuota. Juga dengan mudah bisa diakses siapa saja, bukan hanya orang dewasa tapi juga anak-anak. Kebijakan komunitas, tak bisa membendung konten yang kurang baik.
Apalagi soal konten prank! Semakin marak, dan semakin aneh. Terakhir, yang sempat menjadi pembicaraan adalah prank ojek online. Dimana konten kreator memesan makanan melalui jasanya dalam jumlah banyak dan harga yang mahal, kemudian dengan sepihak mengaku tidak memesan atau membatalkan pesanan, sedangkan para ojek online ini telah mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan makanan dari penjual.
Akhirnya kesedihan dan kebingungan itulah yang diinginkan sang konten kreator untuk meraih simpati. Di akhir, konten kreator akan mengaku bahwa ini hanya bercanda, dan mereka memberi hadiah pada ojek online tersebut. Seolah membantu, padahal tidak sama sekali. Kalau mau bantu kenapa harus ngerjain dulu gitu? Semua itu membuktikan bahwa yang paling penting untuk mereka sebenrnya adalah kontennya sendiri.
Lagian kalau udah kaya kenapa juga mau bikin konten prank, biar semakin membuktikan kalau orang kaya bisa segalanya? Termasuk mempermainkan perasaan orang?
Lebih mengesalkan lagi, di Youtube ketika satu konten menjadi viral dan trend. Konten kreator lain akan beramai-ramai mengikuti. Jika satu konten prank ojek online tranding, tidak aneh orang berlomba membuat konten dengan prank ojol selanjutnya.
Kenapa gak bikin konten yang faedah dikit, yang pelan pelan buat penontonnya pinter dan ngerti tentang hal tertentu. Membuat konten prank demi meningkatkan subscriber, menikmati kebohongan dan penderitaan, dan menganggap itu sebagai sebuah karya? Sebuah kreativitas? Ampun deh, ini mah pembodohan! Maraknya konten seperti ini justru menandakan bahwa mereka minim gagasan, bukan?
Sekarang jadi makin terlihat kan, omong kosong soal Youtube lebih baik dari TV atau TV lebih baik dari Youtube. Karena ujung-ujungnya balik ke kita lagi. Batasi diri kita dengan menonton konten yang baik. Sebagai penonton hal yang paling sederhana yang bisa kita lakukan adalah dengan tidak menontonnya.
Meninggalkan chanel yang menyajikan hal negatif termasuk prank, akan membuat mereka menyerah membuat hal yang sama lagi. Sebab, walau semenyebalkan apapun konten prank itu, jika masih kita tonton, mereka akan terus memproduksinya karena dianggap kita menyukainya. Jadilah penonton yang cerdas dan memilah tontonan mana yang bergizi. Jika tidak, hal paling parah adalah menonton bisa membodohimu. []