Oleh: Fitri Sumantri
Aktivis Dakwah
fitrisumantri21@gmail.com
UNTUK kita anak muda yang sibuk dengan sosial media, yang sibuk meratapi hati ditinggal sang kekasih. Hmm… sibuk dan meratap seperti itu sangat tidak penting, buang-buang waktu tak ada manfaat. Ditambah lagi tutup mata dengan peliknya permasalahan di lingkungan. Seolah kita berada di dunia asing tidak terkena dampak apa-apa, memilukan. Padahal menyerah bukanlah sebuah pilihan yang baik, apalagi menyerah sebelum melakukan apa-apa.
Memaksakan diri untuk berlari ketika berada dalam ketidaksanggupan, juga bukanlah pilihan. Justru akan semakin menyiksa diri dengan rasa tertekan. Menagisi segala kekecewaan juga bagian dari kekalahan, yang pada akhirnya membuat kita tetap tidak berbuat apa-apa. Hanya kala dengan sebuah rasa, selemah itukah kita? Yang berani menerjang badai, tapi jatuh dalam tumpukan kenangan. Begitu gigih mengejar impian. Namun terdiam dalam sunyi dengan alasan kata-kataku hanyalah cerita basi yang tak ada arti. Selemah itukah kita sebagai generasi? Bangga dengan kesenangan pribadi berdalih dengan kata apa yang bisa aku lakukan, toh masih muda belum ada pengalaman.
BACA JUGA: Cerita Pemuda Di Gaza, Pernikahan Menjadi Impian yang Sulit Terwujud
Justru seharusnya kita generasi muda inilah yang kelak menjadi penerus Bangsa, pejuang umat, yang seharusnya obat bagi penyakit, bukan malah menciptakan penyakit di tenggah tubuh yang sudah sakit. Tidak sanggup berlari ya tidak perlu berlari, kita cukup bangkit dari jatuh berkali-kali. Kita cukup jadi manusia peka dengan masalah yang ada, tidak hanya bangga disebut generasi penunduk.
Sudah saatnya kita jadi generasi kuat, cerdas generasi hebat pejuang Islam. Yang terus mendakwakan kebaikan meski tak pernah dihargai, karena pada dasarnya harga yang diberikan manusia tidak akan pernah setimpal dengan janji Allah, maka berhentilah berpikir untuk menyerah ketika dakwahmu tak didengar, justru teruslah berkoar biarkan perlahan tapi pasti adanya. Persis seperti batu yang terus-menerus ditetesi air pada akhirnya ia mampu terpecahkan, jadilah generasi yang saling berjuang menciptakan kedamaian, bukan bungkam dengan alasan dia bukan saudara saya, dia bukan tetangga saya dia bukan, dia bukan… siapa-siapa saya.
Simpan kata-kata basi yang tak mampu menciptakan perubahan baik. Ya… memang, dalam silsila keluarga inti, mereka bukan siapa-siapa kita tapi tetap mereka masyarakat kita bagian dari hari-hari yang kita lewati. Jika perbuatan seseorang buruk, tapi dibiarkan saja, keburukan tersebut akan ditiru banyak orang. Bukankah masyarakat kita peniru? Jadi jangan biarkan keburukan itu merajalela.
BACA JUGA: Pemuda Masa Kini
Tidak hanya itu, dakwah juga salah satu kewajiban yang sama halnya dengan shalat yang kita laksanakan lima kali dalam sehari. Dakwah tidak hanya kewajiban ustaz dan para ulama saja tapi kewajiban setiap muslim. Dakwah tidak hanya dilakukan di masjid, namun di setiap tempat. Setiap orang yang melangar syariat wajib kita nasihati bahkan menasihati anak, teman, dan keluarga saja termasuk bagian dari dakwah.
Sudah saatnya kaum muda negeri ini bangkit, wahai generasi muda, sudah cukup waktu istirahatmu. Telah banyak waktu yang kamu lakukan untuk bersenang-senang tanpa manfaat. Sudah saatnya kita berdiri di barisan paling depan bukan lagi untuk menyaksikan permainan sepak bola atau konser artis-artis korea.
Tapi sudah seharusnya kita maju, berdiri dengan gagah berani pada barisan paling depan untuk menyuarakan kebaikan sebagai pejuang Islam. Allahu Akbar! []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.