Hawaii..
Buka satu-satunya harapan hidup saat itu, tapi para paling tidak di sana ada harapan. Ada mimpi yang lebih baik, keamanan, dan kedamaian. Sebuah wilayah kepulauan di kawasan Oceania, di tengah Samudra Pasifik yang dalam tak terkira dan seluas pandangan mata.
Sejarah migrasi orang-orang Jepang ke Pasifik itu menyimpan kenangan tak terlupakan. Para wanita muda Jepang berani mengambil sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Siap menikah dengan para lelaki yang sudah lebih dulu tinggal di Hawaii.
Keberanian ini, lebih tepatnya kenekatan ini, sebuah langkah besar yang menentukan masa depan kehidupannya. Mereka berani memutuskan menikah, hanya dengan mengetahui satu informasi mengenai calonnya.
BACA JUGA: Cinta Allah untuk Hamba yang Bertaubat
Apa itu?
Selembar foto.
Ya, selembar foto. Para wanita Jepang itu hanya melihat selembar foto calon suaminya. Ternyata saat hari pernikahan tiba, barulah mereka tahu bahwa foto itu diambil 20 tahun silam. (Wow)
Bila gambar dalam foto itu lelaki muda usia 25 tahun, maka kenyataannya lelaki berusia 45 tahun. Bila fotonya 30 tahun, aslinya 50 tahun. Bagaimana yang fotonya usia 40 atau 50 tahun?
Mengerikan bukan? Lantas apakah ada cinta di antara mereka? Tentu saja ada. Kehidupan mereka berlangsung sebagaimana mestinya, akulturasi Jepang Hawaii menjadi warna yang unik dan menarik. Contohnya Spam Musubi merupakan makanan khas Hawaii yang menggunakan bahan lokal yang populer (spam) disiapkan sebagai Onigiri (nasi Jepang).
Kisah ini beroleh penghargaan pilihan pamiarsa dalam Sundanese Film Festival 1995. Kayo Hatta melalui cinema Picture Bride, mengingatkan kita tentang cinta dan usia. Bila jiwa tersambung dengan jiwa, cinta itu tumbuh, mekar dan berbunga.
BACA JUGA: Agar Jatuh Cinta Tak Jadi Bencana
Rasulullah SAW menikah dengan Khadijah yang terpaut 15 tahun, Umar bin Khaththab dengan Ummu Kultsum terpaut 40 tahun. Mereka hidup rukun, bersama dalam cinta, padahal usianya terpaut sangat jauh. Beda generasi. Tapi mengapa mereka bersatu, cocok dan klop. Apalagi kalau bukan keserasian jiwa.
Keserasian jiwa itu landasannya iman, bagi seorang muslim adalah keyakinan yang kokoh pada Allah SWT. Yang dengannya Allah curahkan ketenangan, cinta dan kasih sayang.
Tapi tentu saja tulisan ini tak hendak menghakimi bahwa para wanita Jepang dan calon suaminya itu satu keyakinan sebagai muslim. Bahwa cinta itu bisa tumbuh meskipun beda usia.
Bagaimana kalau usianya sepadan? Atau tidak terpaut jauh? Itu mah pilihan. Selama saling mengerti dan memahami, juga niat utamanya menikah untuk ibadah, insya Allah ada kebaikan di sana. Kuncinya: Lillaahita’aalaa. []