BERBAGAI cara telah ditempuh kaum musyrikin guna menghentikan ajaran yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tak tanggung-tanggung, mereka mati-matian menghentikan dakwah beliau walau apapun caranya.
Setelah segala cara sudah ditempuh dan tidak membuahkan hasil juga, kepanikan kaum musyrikin mencapai puncaknya. Ditambah lagi mereka mengetahui bahwa Bani Hasyim dan Bani ‘Abdul Muththalib berkeras akan menjaga Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam.
BACA JUGA: Nama-Nama Kaum Musyrikin yang Tewas di Perang Badar
Karena itu, mereka berkumpul di kediaman Bani Kinanah yang terletak di lembah al-Mahshib dan bersumpah untuk tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib, tidak berjual beli dengan mereka, tidak berkumpul, berbaur, memasuki rumah ataupun berbicara dengan mereka hingga mereka menyerahkan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam untuk dibunuh. Mereka mendokumentasikan hal tersebut, diatas sebuah shahifah (lembaran) yang berisi perjanjian dan sumpah bahwa mereka selamanya tidak akan menerima perdamaian dari Bani Hasyim dan tidak akan berbelas kasihan terhadap mereka kecuali bila mereka menyerahkan beliau Shallallâhu ‘alaihi wasallam untuk dibunuh.
Ibnu al-Qayyim berkata: “Ada yang mengatakan bahwa pernyataan itu ditulis oleh Manshur bin ‘Ikrimah bin ‘Amir bin Hasyim. Ada lagi yang mengatakan bahwa pernyataan itu ditulis oleh Nadlr bin al-Harits. Yang benar, bahwa yang menulisnya adalah Baghîdl bin ‘Amir bin Hasyim, lalu Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam berdoa keburukan atasnya dan dia pun mengalami kelumpuhan ditangannya sebagaimana doa beliau Shallallâhu ‘alaihi wasallam.
Perjanjian itu pun dilaksanakan dan digantungkan di rongga Ka’bah namun Bani Hâsyim dan Bani al-Muththalib semuanya, baik yang masih musyrik maupun yang sudah beriman selain Abu Lahab tetap berpihak untuk membela Rasulullah. Mereka akhirnya tertahan di kediaman Abu Thalib pada malam bulan Muharram tahun ke-7 dari bi’tsah (diutusnya beliau sebagai Rasul) sedangkan riwayat yang lain menyebutkan selain tanggal tersebut.
Pemboikotan semakin diperketat sehingga makanan dan stok pun habis, sementara kaum musyrikin tidak membiarkan makanan apapun yang masuk ke Mekkah atau dijual kecuali mereka segera memborongnya. Tindakan ini membuat kondisi Bani Hâsyim dan Bani al-Muththalib semakin kepayahan dan memprihatinkan sehingga mereka terpaksa memakan rumput, dedaunan dan kulit-kulit. Selain itu, jeritan kaum wanita dan tangis bayi-bayi yang mengerang kelaparan pun terdengar di balik kediaman tersebut.
Tidak ada yang sampai ke tangan mereka kecuali secara sembunyi-sembunyi, dan merekapun tidak keluar rumah untuk membeli keperluan keseharian kecuali pada al-Asyhur al-Hurum (bulan-bulan yang diharamkan berperang). Mereka membelinya dari rombongan yang datang dari luar Mekkah akan tetapi penduduk Mekkah menaikkan harga barang-barang kepada mereka beberapa kali lipat agar mereka tidak mampu membelinya.
BACA JUGA: Rasulullah: Aku Tidak Memerlukan Bantuan Orang Musyrik!
Hakim bin Hizam pernah membawa gandum untuk diberikan kepada bibinya. Suatu hari Khadîjah radhiallaahu ‘anha dihadang oleh Abu Jahal dan diinterogasi olehnya guna mencegah upayanya. Untung saja, ada Abu al-Bukhturiy yang menengahi dan membiarkannya lolos membawa gandum tersebut kepada bibinya.
Di waktu yang sama, Abu Thalib merasa khawatir atas keselamatan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam. Untuk itu, dia biasanya memerintahkan beliau untuk berbaring di tempat tidurnya jika orang-orang telah beranjak ke tempat tidur mereka. Hal ini agar memudahkannya untuk mengetahui siapa yang hendak membunuh beliau. Dan manakala orang-orang sudah benar-benar tidur, dia memerintahkan salah satu dari putera-putera, saudara-saudara atau keponakan-keponakannya untuk tidur di tempat tidur Rasulullah sementara beliau Shallallâhu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk tidur di tempat tidur mereka. []
Referensi: Sirah Nabawiyah/ Ar-Rahiq al-Makhtum/ Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri.