SURIAH—Hingga hari ini, jumlah korban akibat serangan gas kimia yang dilakukan oleh rezim Bashar al-Assad di Khan Sheikhoun, Idlib, Suriah, semakin bertambah menjadi 450 jiwa.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (The Syrian Observatory for Human Rights, SOHR), mengatakan serangan jet pemerintah Suriah dan jet Rusia itu mengakibatkan 100 orang meninggal dunia, sementara 350 lainnya mengalami luka parah—anak-anak tak luput menjadi korban.
“Tak hanya itu, pesawat tempur rezim Suriah turut menargetkan roket mereka ke klinik yang mengobati korban,” jelas petugas medis dan aktivis kemanusiaan di Khan Sheikhoun.
Namun tentara Suriah membantah tuduhan itu bahwa pemerintah menggunakan senjata kimia seperti yang diberitakan.
Dalam sebuah pernyataan, serangan gas kimia itu dikutuk oleh pemerintah AS dengan menyebutnya sebagai ‘tindakan keji’ oleh rezim Bashar al-Assad.
“Jelas bahwa inilah caranya Bashar al-Assad beroperasi,” kata Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson, “dengan brutal, dan barbarisme yang tak tahu malu.”
Inggris, PBB dan Perancis, juga mengutuk insiden itu, dengan mengatakan serangan tersebut akan menjadi salah satu serangan kimia paling mematikan dalam perang di Suriah.
Dewan Keamanan PBB sendiri pada Rabu (05/04/2017) berencana akan menggelar sidang darurat terkait serangan keji rezim Suriah.
Berikut beberapa hal mengenai serangan gas kimia tersebut seperti dikutip dari BBC.
Keterangan Saksi Mata
Sejumlah pesawat tempur dilaporkan menyerang daerah yang dikuasai pihak oposisi di Khan Sheikhoun, sekitar 50 km arah selatan dari kota Idlib, Selasa (4/4/2017) pagi, ketika banyak orang masih tertidur.
Hussein Kayal, seorang fotografer untuk Edlib Media Center (EMC) mengatakan kepada Associated Press bahwa ia dibangunkan oleh suara ledakan pada sekitar pukul 06:30 (09:30 WIB).
Ketika sampai di lokasi kejadian, tidak tercium bau, katanya, dan ia menemukan orang tergeletak di lantai, tidak bisa bergerak dan dengan mata membelalak.
Mohammed Rasoul, kepala lembaga layanan ambulans di Idlib mengatakan kepada BBC bahwa para petugas medisnya menemukan orang-orang di jalanan yang tersedak, sebagian anak-anak.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), mengutip petugas medis yang merawat orang-orang pingsan, muntah dan berbusa mulutnya.
Seorang wartawan AFP melihat seorang gadis muda, seorang perempuan dan dua orang tua tewas di rumah sakit, semua dengan busa masih terlihat di sekitar mulut mereka.
Wartawan juga melaporkan bahwa rumah sakit itu terkena roket pada Selasa sore, mengakibatkan jatuhnya puing-puing ke badan dokter yang sedang mengobati korban yang terluka.
Sumber proyektil tidak jelas, tapi EMC dan jaringan Komite Koordinasi Lokal (LCC) yang beroposisi mengatakan pesawat-pesawat tempur menyasar beberapa klinik.
Wartawan pro-pemerintah kemudian mengutip sumber militer mengatakan telah terjadi ledakan di sebuah pabrik senjata kimia al-Qaeda di Khan Sheikhoun yang penyebabnya bisa oleh serangan udara atau kecelakaan.
Kementerian pertahanan Rusia, sekutu Presiden Assad, bersikeras mereka tidak melakukan serangan udara apa pun di daerah itu.
Jumlah korban jiwa
SOHR menyebutkan korban tewas sejumlah 58 orang, termasuk 11 anak-anak, tapi Moh. Rasoul melaporkan bahwa yang tewas adalah 67 orang dan 300 orang luka-luka.
Lembaga pemberitaan pro-oposisi, Step, mengatakan 100 meninggal.
Salah satu badan bantuan, Uni Perawatan Medis dan Organisasi-organisasi Bantuan (UOSSM), menyebutkan korban tewas lebih dari 100.
EMC mengatakan sudah berhenti menghitung korban karena terlalu banyak.
Zat kimia yang digunakan
SOHR mengatakan tidak dapat memastikan apa sebenarnya zat kimia yang dijatuhkan.
Namun, EMC dan LCC meyakini bahwa yang digunakan adalah zat saraf Sarin, yang sangat beracun dan dianggap 20 kali lebih mematikan dibanding sianida.
Ahli senjata kimia Dan Kaszeta mengatakan bahwa untuk menentukan apakah benar Sarin digunakan hanya dengan memeriksa video klip, sangat susah.
Dia menambahkan bahwa serangan itu bisa merupakan hasil dari bahan kimia apa pun karena semua zat kimia cenderung “menimbulkan efek fisiologis yang sama pada tubuh manusia.”
Sarin hampir mustahil untuk dideteksi karena bening, tidak berwarna dan tidak mengandung rasa, serta dalam bentuknya yang paling murni, tidak memiliki bau.
Tentara Suriah, dalam sebuah pernyataan yang diposting di kantor berita negara Sana, mengatakan tidak pernah dan tidak akan pernah menggunakan gas beracun.
Pernahkah Sarin digunakan di Suriah sebelumnya
Pada Agustus 2013, pemerintah Suriah dituduh telah menembakkan roket yang diisi dengan Sarin ke sebuah daerah yang dikuasai oposisi di pinggiran Damaskus. Serangan itu menewaskan ratusan orang.
Presiden Assad membantah tuduhan itu, dan justru menyalahkan oposisi, tetapi dia kemudian setuju untuk menghancurkan persenjataan kimia Suriah.
Meskipun demikian, Organisasi untuk Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) masih tetap mencatat berbagai penggunaan bahan kimia beracun dalam serangan di Suriah.
Pada bulan Januari 2016, lembaga itu mengatakan sampel darah yang diambil dari korban satu serangan menunjukkan korban telah terkena Sarin atau zat seperti Sarin.
Penggunaan zat kimia lain yang dilaporkan
Sebuah investigasi bersama dengan PBB menyimpulkan pada Oktober lalu bahwa pasukan pemerintah menggunakan klorin sebagai senjata setidaknya tiga kali antara tahun 2014 dan 2015
Mereka juga menemukan bahwa kelompok yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS telah menggunakan zat kimia yang melepuhkan kulit, sulfur mustard
Human Rights Watch juga baru-baru ini menuduh helikopter pemerintah menjatuhkan bom yang mengandung klorin ke daerah yang dikuasai oposisi di Aleppo
Reaksi sejumlah pemimpin negara
“Serangan kimia di Suriah terhadap warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, adalah tindakan tercela” – Presiden AS Donald Trump.
Utusan PBB untuk Suriah Staffan de Mistura mengatakan, serangan itu ‘mengerikan’ dan bahwa harus ada “identifikasi, tanggung jawab dan akuntabilitas yang jelas” tentang pelakunya; Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat pada Rabu (5/4).
“Sekali lagi rezim Suriah akan menyangkal bukti dari keterlibatannya dalam pembantaian ini,” kata Presiden Prancis Francois Hollande.
Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson mengatakan bahwa Presiden Bashar al-Assad akan dinyatakan bersalah untuk kejahatan perang jika terbukti rezimnya bertanggung jawab atas serangan itu. []