JIKA kita ingin mendapatkan sesuatu dari Allah, hendaknya kita melakukan dahulu apa yang menjadi penyebabnya. Jika kita ingin Allah Ta’ala senantiasa ingat kepada kita, hendaknya kita senantiasa berdzikir (ingat) kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Berdzikirlah kalian kepada-Ku, maka Aku (Allah) akan ingat kepada kalian.Bersyukurlah kalian kepadaku, dan janganlah kalian kufur.” [QS. Al-Baqarah : 152].
BACA JUGA: Hidupkan Hati dengan Zikir
Nabi Musa pernah bertanya kepada Allah : “Ya Allah ! Bagaimana aku bersyukur kepada-Mu ? Maka Allah menjawab : “Ingatlah kamu kepada-Ku dan jangan melupakan-Ku. Apabila engkau mengingat-Ku, berarti engkau telah bersyukur kepada-Ku. Dan jika engkau melupakan-Ku, berarti engkau telah kufur kepada-Ku.” [Simak Tafsi Ibu Katsir : 1/335].
Ketenangan hati tidak tidak akan didapatkan dengan seberapa banyak dunia yang dimiliki, apalagi – na’udzubillah – dengan bermaksiat kepada-Nya. Ketenangan hati hanya akan didapatkan dengan senantiasa ingat kepada Allah. Jika hati merasa tenang saat mengingat selain-Nya, atau dengan bermaksiat kepada Allah, maka itu ketenangan yang semu dan menipu. Allah Ta’ala berfirman :
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka tenang dengan berdzikir (ingat) kepada Allah . Ketahuilah ! hanya dengan berdzikir kepada Allah hati akan tenang.” [QS. Ar-Ra’du : 28].
Menurut Syaikh Abdurrahman As-Sa’di – rahimahullah -, ketenangan hati dengan mengingat Allah bersifat hakiki. Karena hati yang lurus, tidak akan merasa tenang dengan mengingat selain-Nya. Tidak ada sesuatu yang lebih lezat, lebih memikat, dan lebih manis, dari kecintaan seorang kepada penciptanya, yaitu Allah, serta mengetahui dan mengenal-Nya. Kadar ketenangan hati dengan mengingat Allah ditentukan oleh kadar seorang dalam mengenal dan mencintai-Nya. Semakin besar, semakin besar pula ketenangannya. Dan sebaliknya, jika semakin kecil, semakin kecil pula ketenangannya. [Simak Tafsir Syaikh As-Sa’di, hlm. 147].
BACA JUGA: Mengeraskan Suara Zikir setelah Shalat Wajib, Berdosa?
Rasulullah Muhammad ﷺ senantiasa berdzikir kepada Allah, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi bagaimanapun. Lisannya senantiasa dibasahi oleh kelimat-kalimat dzikir kepada-Nya. Hal ini diceritakan oleh istrina, Aisyah –radhiallahu ‘anha – :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
“Rasulullah ﷺ senantiasa menyebut Allah dalam seluruh keadaannya.” [HR. Muslim : 117].
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab. Barakallahu fiikum. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani