DALAM madzhab Syafi’I, diam untuk mendengarkan khutbah Jum’at hukumnya mustahab (bersifat anjuran), tidak sampai wajib. Ini merupakan pendapat baru Imam Asy-Syafi’i dan telah dikuatkan oleh Imam An-Nawawi. Oleh karena itu, para ulama memasukan hal ini ke dalam bagian Adab Jumat.
Telah diriwayatkan dari Abu Hurairah –radhiallahu-, sesungguhnya Nabi ﷺ bersabda :
إِذاَ قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ: أَنْصِتْ، وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ، فَقَدْ لَغَوْتَ
“Apabila engkau berkata kepada sahabatmu di hari Jum’at saat khatib sedang berkuthbah: “Diamlah !”, maka sungguhnya engkau telah sia-sia.” [HR. Al-Bukhari : 892, dan Muslim : 851].
BACA JUGA: Khutbah Jumat Solusi Masalah Kehidupan
Dalam riwayat Ali bin Abi Thalib dengan kalimat :
وَمَنْ لَغَا فَلَيْسَ لَهُ فِيْ جُمْعَتِهِ تِلْكَ شَيْئٌ
“Barang siapa yang sia-sia, maka tidak akan mendapatkan sesuatupun di ibadah Jum’atnya.”[HR. Abu Dawud : 1051]
Makna “sia-sia” dalam hadits di atas bukan tidak sah ibadah Jum’atanya, akan tetapi: Tidak terealisasi keutamaan yang diinginkan dan pahala yang diharapkan. Hadits di atas, walau makna tekstualnya bermakna wajib, akan tetapi telah dipalingkan kepada makna istihbab (anjuran) oleh beberapa hadits lain sehingga beberapa hadits yang ada bisa dikompromikan. Diantara hadits tersebut adalah :
Hadits dari sahabat Salman Al-Farisi, dimana Rasulullah ﷺ bersabda :
لاَ يَغْتَسِلْ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمْعَةِ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، وَيَدْهَنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيْبِ بَيَتِهِ، ثم يخرج فلا يفرق بين اثنين، ثم يصلي ما كتب له، ثم ينصت إذا تكلم الإمام، إلا غفر له ما بينه وبين الجمعة الأخرى
“Tidaklah seorang mandi di hari Jumat, lalu bersuci semampunya, lalu meminyaki dirinya atau memakai minyak wangi dari rumahnya, lalu keluar menuju masjid dalam kondisi tidak memisahkan antara dua orang, lalu shalat tahiyatul masjid, lalu mendengarkan kuthbah apabila imam mulai berkuthbah, kecuali dia akan diampuni dosa-dosanya antara Jumat waktu itu dengan Jum’at yang lainnya.”[HR. Al-Bukhari : 843]
Dalam hadits ini, Rasulullah ﷺmenyebutkan beberapa adab mendatangi shalat Jumat, salah satunya mendengarkan khuthbah. Bab adab hukumnya bersifat anjuran, tidak wajib. Seperti mandi, memakai minyak wangi, shalat Tahiyatul masjid, dan yang lainnya.
Dalam hadits yang lain dari sahabat Anas bin Malik – radhiallahu ‘anhu – beliau berkata : “Ada seorang laki-laki masuk masjid pada saat Nabi sedang berkuthbah di atas mimbar pada hari Jum’at. Lalu laki-laki itu berkata : “Kapan hari kiamat akan tiba ?” (diulang sampai tiga kali). Melihat kejadian itu para sahabat yang hadir memberi isyarat kepadanya untuk diam. Maka pada pertanyaan yang ketiga, nabi berkata kepadanya : “Apa yang telah kamu siapakan ?” . Laki-laki itu menjawab : “Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.” Nabi menjawab : “Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.” [HR. Al-Baihaqi dengan lafadz di atas : 3/221, dan dikeluarkan secara makna oleh Al-Bukhari dan Muslim]
Pada kisah ini, Nabi tidak mengingkari dan tidak mewajibkan orang tersebut untuk diam. Hal ini menunjukkan bahwa diam mendengarkan kuthbah bukan perkara yang wajib. Seandainya wajib, tentu beliau akan memerintahkan laki-laki tersebut untuk diam.
Imam An-Nawawi (w.676 H) berkata :
وهل يجب الانصات فيه قولان :أحدهما يجب…(والثاني) يستحب وهو الاصح
“Apakah wajib diam (untuk mendengarkan Khutbah) ? di dalam masalah ini ada dua pendapat : Pertama : Wajib….dan Kedua : anjuran, dan ini merupakan pendapat yang lebih kuat/shahih.” [Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 4/552].
Kemudian Al-Khatib Asy-Syarbini (w. 977) menyatakan :
وَالْجَدِيدُ أَنَّهُ لَا يَحْرُمُ عَلَيْهِمْ الْكَلَامُ فِيهَا لِلْأَخْبَارِ الدَّالَّةِ عَلَى جَوَازِهِ
“Dan pendapat baru (Imam Asy-Syafi’i), sesungguhnya tidak diharamkan atas hadirin untuk berbicara di dalamnya berdasarkan hadits-hadits yang menunjukkan akan kebolehannya.” [Mughni Muhtaj : 1/553].
BACA JUGA: Ketika 2 Rabi Yahudi Bercakap-cakap Soal Shalat Subuh dan Shalat Jumat
Kesimpulannya, diam mendengarkan khutbah hukumnya bersifat anjuran, tidak wajib. Dan ini merupakan kesempurnaan seorang yang melakukan ibadah Jum’at. Oleh karena itu, hendaknya seorang berusaha untuk mengamalkannya sehingga ibadahnya lebih sempurna dan bisa mendapatkan faidah dari nasihat-nasihat yang disampaikan oleh khatib. Tapi jikalau berbicara, maka jumatannya tetap sah, namun telah kehilangan keutamaan dan perkara yang menyempurnakan ibadahnya. Adapun jika ada hajat untuk berbicara, maka lebih diperbolehkan lagi. Wallahu a’lam.
Catatan: Artikel ini bukan untuk mengajak kaum muslimin ngobrol atau berbicara sendiri ketika khatib sedang berkhutbah. Namun ingin mendudukan sebuah hukum sesuai timbangan dalil menurut penjelasan para ulama. Dua hal ini sesuatu yang berbeda, tidak bisa saling dilazimkan. Seperti seorang yang menjelaskan bahwa shalat tahiyatul masjid hukumnya sunah, tidak sampai derajat wajib, bukan berarti dia mengajak umat muslim untuk meninggalkannya. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani