Oleh: Moh. Rofiq Risandi
Ketua kajian interdisiplener karya ilmiah Universitas Islam Malang
mohrofiqrisandi@gmail.com
DIALEKTIKA adalah Ilmu Pengetahuan tentang hukum yang paling umum yang mengatur perkembangan alam, masyarakat dan pemikiran. Sedangkan metode dialektis berarti investigasi dan interaksi dengan alam, masyarakat dan pemikiran.
Pengertian dialektika menurut Aristoteles dalam buku Cecep Sumarna (2006:132) adalah “Menyelidiki argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesa atau putusan yang tidak pasti kebenarannya” Cecep Sumarna (2006 : 132).
Pada dasarnya menurut K. Bertens (1989:137-138) logika dimaknai sebagai seni berdebat dan muncul pada era Zeno da Citium. (Cecep Sumarna, 2006: 131). Logika pada masa Aristoteles belum dikenal namun, logika pada masa ini sering disebut dengan analitik dan istilah lainnya adalah dialektika.
Dialektik adalah “Theory and practice of weighing and reconciling jucta posedoe contratoctory argument for the purpose of arriving at truth, espescially throught discussion and debate…” Aristotelenism adalah “Method of arguing with probability on any given problems as an art intermediate between rhetoric and strict demonstration”. (Webster, 1993:1993 dalam Joko Suwarno).
BACA JUGA: Isyarat Penghujung Kehidupan Rasulullah di Dunia
Metode dialektika – dialog dari Socrates merupakan metode atau cara memahami suatu dengan melakukan dialog. Dialog berarti komunikasi dua arah, ada seseorang berbicara dan ada seseorang lain yang mendengarkan. Dalam pembicaraan yang terus menerus dan mendalam diharapkan orang dapat menyelesaikan problem yang ada.
Ada proses pemikiran seseorang yang mengalami perkembangan karena mempertemukan ide yang satu dengan ide yang lain antara orang yang berdialog. Tujuannya mengembangkan cara berargumentasi agar posisi yang bersifat dua arah dapat diketahui dan diharapkan satu sama lain.
Metode dialektika menurut Hegel adalah suatu metode atau cara memahami dan memecahkan persoalan atau problem berdasarkan tiga elemen yaitu tesa, antitesa dan sintesa. Tesa adalah suatu persoalan atau problem tertentu, sedangkan antitesa adalah suatu reaksi, tanggapan, ataupun komentar kritis terhadap tesa (argumen dari tesa).
Dari dua elemen tersebut diharapkan akan muncul sintesa, yaitu suatu kesimpulan. Metode ini bertujuan untuk mengembangkan proses berfikir yang dinamis dan memecahkan persoalan yang muncul karena adanya argumen yang kontradiktif atau berhadapan sehingga dicapai kesepakatan yang rasional (Irmayanti, M Budianto, 2002:14 dalam Joko Suwarno).
Dialektika tumbuh dari logika formal di dalam perkembangan sejarah. Logika formal adalah sistem pengetahuan ilmiah besar pertama dari proses pemikiran. Adalah puncak karya filosofis dari Yunani Kuno, mahkota kejayaan pemikiran bangsa Yunani.
Pemikir- pemikir Yunani awal membuat banyak penemuan penting tentang alam dari proses berpikir dan hasil-hasilnya. Pesintesa pemikiran Yunani, Aristoteles, mengumpulkan, mengklasifikasikan, mengkritik, mensistematiskan hasil-hasil positif dari pemikiran tentang pikiran, dan lalu menciptakan logika formal. Euclides melakukan hal yang sama untuk geometri dasar. Archimedes untuk mekanik dasar. Ptolomeus dari Alexandria kemudian untuk astronomi dan geografi.
Falsafah Hidup Kita
Sebagian orang menjalani hidup tanpa berpikir, sedangkan sebagian yang lain menjalani hidup sambil berpikir, tapi tidak pernah mengejawantahkan pikiran mereka dalam kehidupan nyata. Padahal sebenarnya yang paling tepat untuk dilakukan manusia adalah menjalani hidup sambil berpikir dan berusaha menemukan terobosan pemikiran baru agar dapat membuka cakrawala pemikiran yang seluas-luasnya.
Sebenarnya, semua orang yang hidup tanpa pikirannya sendiri dapat disebut sebagai patung yang menjalani hidup untuk mengimplementasikan falsafah hidup “orang lain”. Mereka tidak pernah berhenti melompat dari satu bentuk ke bentuk lain tanpa pernah jemu untuk mengubah bentuk mereka meski sebenarnya mereka menyadari bahwa mereka hidup di tengah kebingungan antara perasaan dan pikiran, kekacauan kepribadian (personality disorder), dan selalu harus menjadi bunglon baik dalam penampilan maupun tindakan.
Terkadang, mereka berbagi prestasi yang dicapai masyarakat dan terkadang mereka mengambil kesempatan ketika keadaan sedang tenang. Pada saat itu seakan-akan mereka bertindak berdasarkan pemikiran, perasaan, dan kehendak mereka sendiri. Tapi mereka tidak pernah dapat menenangkan diri mereka dengan kebaikan yang muncul dari kehendak mereka sendiri, tidak akan pernah mampu mencapai keluhuran, dan tidak akan pernah bisa menghantarkan kebaikan apapun ke dimensi keabadian.
BACA JUGA: Sepenggal Episode Kehidupan Khalifah Abu Bakar
Orang-orang seperti mereka adalah laksana kolam air yang penuh air tapi kering dari berkah karena menebarkan bau busuk. Kolam yang berisi air buruk seperti itu pasti hanya akan menjadi sarang penyakit dan kuman sehingga tidak akan memberi manfaat apapun bagi kehidupan.
Mereka adalah orang-orang yang sangat dangkal pikirannya sampai-sampai kita dapat mengatakan bahwa mereka adalah orang dewasa yang seperti anak kecil karena selalu membebek terhadap semua yang mereka lihat dan dengar; mereka selalu mengekor di belakang keramaian di manapun adanya, tidak pernah mampu menemukan kesempatan untuk mendengar suara hati mereka sendiri atau untuk menelisik nilai-nilai luhur yang terpendam di dalam diri mereka sendiri. Bahkan mereka sama sekali tidak mampu mengetahui keberadaan nilai-nilai kebaikan yang diperuntukkan bagi mereka.
Orang-orang seperti itu akhirnya akan menjalani hidup seperti layaknya budak belian yang tidak memiliki kebebasan untuk merasa. Mereka selalu menghina segala yang telah mereka capai demi memenuhi kebutuhan fisik dan dalam wilayah yang sempit.
Mereka telah mengubah anugerah yang Allah berikan kepada umat manusia dalam bentuk hati, kehendak, kepekaan, dan perasaan, menjadi perangkat remeh yang hanya mereka pakai untuk melampiaskan kesenangan fisik belaka. Mereka gemar menghabiskan hidup mereka sebagai bohemian. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.