Oleh: Virta herfianti
Mahasiswi STEI SEBI Depok
virtaherfianti99@gmail.com
ISLAM memiliki sifat universal yang juga sudah mengatur sedemikian rupa tentang manajemen yang sesuai dengan syariat Islam. Salah satunya adalah manajemen bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Manajemen bisnis Islam juga biasa dikenal dengan manajemen bisnis syariah. Secara sederhana maksudnya adalah suatu upaya dalam mengelola bisnis yang menggunakan prinsip dasar Islam dan bertujuan untuk mencari ridha Allah SWT.
Manajemen bisnis syariah hadir sebagai solusi dalam kepentingan untuk mengelola bisnis namun tetap sesuai dengan prinsip Islam yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, khusunya untuk para pembisnis yang beragama Islam, manajemen bisnis syariah haruslah menjadi acuannya. Islam adalah agama yang Rahmatan lil alamin, Rahmat bagi semseta. Segala aspek dari politik, budaya hingga ekonomi dan muamalah sudah diatur dengan sedemikian rupa. Namun tetap yang menjadi pedomannya adalah Alqurandan Hadits.
Bisnis atau muamalah sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Bahkan ketika zaman tersebut, Nabi Muhammad SAW juga berperan sebagai seorang pedagang. yang dalam penerapannya patut kita contoh, karena Beliau SAW adalah teladan bagi umat Islam. Berdasarkan kisahnya Rasulullah SAW sudah berdagang sejak Beliau SAW masih kecil.
Pada umur delapan tahun, Beliau SAW mulai mengenal konsep perdagangan. Awal ceritanya bermula ketika Beliau SAW berusia di umur tersebut Beliau SAW sudah menjadi anak yatim piatu, sepeninggal ayahnya yang bernama Abdullah ketika Beliau SAW lahir, dan sepeninggal ibunya yang bernama Aminah ketika Beliau SAW berusia 6 tahun.
BACA JUGA: Hukum Bisnis Dropship dalam Islam
Memasuki usia tersebut Rasulullah SAW mulai berusaha mencari rezeki dengan menggembalakan kambing. Rasulullah SAW pernah bertutur tentang dirinya “Aku dulu menggembalakan kambing penduduk Mekah dengan upah beberapa qirath “Kemudian ketika berusia 12 tahun, Nabi Muhammad mulai berlajar berdagang bersama Pamannya Abu Thalib ke negeri Syam untuk berdagang. Perjalanan bisnis pertama Beliau SAW adalah Syiria, Jordan, dan Libanon.
Beliau SAW cukup cerdas untuk menangkap bahwa peluang bisnis yang berkembang dengan pesat di sana adalah perdagangan. Sebab tanah Mekah secara geologis cukup keras sehingga sulit untuk bercocok tanam. Maka, peluang menjadi pengusaha lebih besar daripada menjadi petani, kejelian inilah yang menjadikan Beliau SAW menekuni bidang perdagangan.
Sepanjang perjalanan, Beliau SAW memelajari banyak hal yang berhubungan dengan perdagangan. Beliau SAW mempelajari berbagai bentuk transaksi jual beli, cara memasarkan dan menawarkan barang dagangan, serta bagaimana menjaga hubungan yang baik oleh pelanggan.
Sebenarnya tak heran jika dalam diri Nabi Muhammad bergelora jiwa bisnis, sebab latar belakang keluarga Beliau SAW sendiri sebenarnya adalah pebisnis. Bukan sekedar pebisnis biasa, namun pebisnis yang kuat juga sukses. Sejarah mencatat, empat orang putra Abdul Manaf (kakek-kakeknya) adalah pemegang izin kunjungan dan jaminan kemanan para penguasa dari negara-negara tetangga seperti Syiria, Irak, Yaman dan Ethiopia. Mereka dapat membawa kafilah-kafilah bisnisnya ke berbagai negara tersebut secara aman dan lancar.
Sejarah kontemporer kaum Quraisy saat itu juga sedang dalam momentum yang sangat bagus. Nabi Muhammad dilahirkan pada masa kaum Quraisy mencapai kejayaan pada masa perdagangan. Sejak kecil Beliau SAW di rawat oleh kakenya Abdul Muthalib yang juga pebisnis.
Setelah kakenya meninggal, Beliau SAW kemudian tinggal bersama pamannya Abu Thalib yang berkecimpung dalam perdagangan pula. Lengkapah sudah daya dukung internal dan eksternal yang dimiliki Nabi Muhammad saat itu. Bersatunya dua faktor ini kemudian membuat nama Beliau SAW harum dalam bidang perdagangan di kemudian hari.
Keahlian bisnis Rasulullah mulai diuji ketika Beliau SAW berusia 17-20 tahun. Beliau SAW harus bersaing dengan pemain-pemain bisnis senior tingkat regional. Di sinilah ketangguhan dan keseriusan Beliau SAW mulai diuji. Mitra-mitra kerja Nabi Muhammad mengakui bahwa Beliau SAW adalah orang yang jujur dan profesional. Beliau SAW cukup matang dan lurus dalam perhitungan-perhitungannya. Hal inilah yang juga menumbuhkan kepercayaan Khadijah yang saat itu menyandang sebagai wanita konglomerat terkenal di Mekah untuk menjalin kerjasama bisnis.
Khadijah pada masa itu merupakan saudagar kaya dan membutuhkan seorang manajer untuk memimpin ekspansi bisnisnya. Khadijah berani menawarkan nilai gaji dua ekor unta bagi siapa saja yang sanggup menjadi manajernya. Pada saat itu pulalah Abu Thalib, paman Rasulullah langsung mempromosikan keponakannya, yang di mana Beliau SAW sudah melihat bakat berbisnis keponakanya itu.
Dengan kecerdikannya dalam bernegosisasi, Abu Thalib berhasil mempromosikan Muhammad sebagai manajer bisnis dan mendapatkan gaji dua kali lipat dibanding gaji awal yang ditawarkan Khadijah.
Khadijah membawakan barang dagangan yang lebih baik dari apa yang dibawakan kepada orang lain. Dalam perjalanan dagang ini, Rasulullah SAW ditemani Maisarah, seorang kepercayaan Khadijah, Beliau SAW berangkat ke Syam bersama Maisarah untuk meniagakan harta Khadijah.
Dalam perjalanan ini, Nabi berhasil membawa keuntungan yang berlipat ganda sehingga kepercayaan Khadijah bertambah terhadapnya. Semua sifat dan perilaku itu, dilaporkan Maisarah terhadap Khadijah.
Khadijah tertarik pada kejujuran Muhammad dan ia pun terkejut atas keberkahan yang diperolehnya. Karena sifat kejujurannya itulah akhirnya kekaguman Khadijah muncul terhadap Rasulullah yang tak lama akhirnya mereka melangsungkan pernikahan.
Pernikahan dua insan mulia ini pula yang menjadi teladan bagi kita semua, terutama umat muslim. Ketika mereka telah berstatus sebagai suami istri, Khadijah sangat mendukung dakwah Rasulullah SAW, salah satunya rela menyerahkan seluruh hartanya demi kepentingan dakwah Rasulullah SAW.
Tak hanya Khadijah yang kagum atas sifat kejujuran Beliau SAW. Dalam suatu kisah Beliau SAW pernah menjual sebuah beberapa ekor unta, setelah terjual dan pembelinya pergi Beliau SAW teringat bahwa di antara untanya ada yang cacat. Beliau SAW segera menyusul pembeli untanya dan mengembalikan uangnya. Karena itu, tak mengherankan jika penduduk Mekah memberinya gelar “Al-Amin” yang berarti “ orang yang sangat terpercaya.”
Dalam berdagang, Beliau SAW sangat menjaga mutu barang dagangan yang hendak dijualnya. Jangan sampai barang yang akan di jual terdapat rusak atau cacat, jika hal itu terjadi Beliau SAW langsung segera mengembalikan uang si pembeli tersebut.
Selain memerhatikan kualitas dagangannya, Beliau SAW juga memperhatikan takaran atau timbangan dari barang yang akan dijualnya. Beliau SAW sangat menjaga ketepatan alat takaran atau menimbang barang dagangannya. Jangan sampai takaran atau timbangan berkurang, kalau takaran atau timbangan berkurang, tentu saja pembeli akan merasaa kecewa. Dan Beliau SAW tak menginginkan hal seperti itu terjadi.
Hal tersebut membuat kedatangan Beliau SAW menjadi kedatangan yang dinantikan oleh para penduduk sekitar. Mereka enggan membeli suatu barang dari pedagang selain Nabi Muhammad SAW, karena sifat Beliau SAW dalam berdagang selalu membuat para pembeli merasa puas dan tidak merasa dirugikan. Hal inilah yang harus diterapkan oleh pedagang Muslim. Salah satu prinsip dalam bermuamalah adalah harus berlandaskan suka sama suka. Pembeli harus puas atas barang yang telah ia beli, penjual hatrus puas atas menerima imbalan dari harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
BACA JUGA: Ini Umat Nabi yang Mahir Berdagang
Rasulullah SAW adalah teladan bagi seluruh umat muslim di muka bumi. Apapun yang Beliau SAW lakukan, termasuk dalam hal berbisnis adalah mutiara hikmah, sebuah keteladanan bagi manusia. Bukan karena Beliau SAW sudah berbisnis sejak usia muda, namun juga karena Beliau SAW senantiasa menerapkan nilai-nilai keluhuran dalam berdagang. Tak semua bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Jika banyak orang yang hanya menjadikan bisnis sebagai sarana mencari keuntungan di duniawi semata, maka Nabi Muhammad SAW menjadikannya sarana untuk menanami ladang akhirat. Beliau SAW memberikan keteladanan bahwa bisnis adalah sebuah transaksi yang tak hanya bernilai ekonomis, namun juga bernilai kemanusiaan. Di antara nilai-nilai yang Beliau SAW tanamkan dalam bisnisnya adalah sesuai dengan empat sifat utama yang Beliau SAW miliki yaitu :
1. Shiddiq, artinya benar. Beliau SAW adalah pedagang yang jujur. Beliau SAW tak pernah menyembunyikan barang yang cacat dalam dagangannya. Beliau SAW juga tak segan mengemukakan kelemahan dari produk yang ditawarkannya. Hal inilah yang membuat semua orang senang pada cara bisnis Beliau SAW dan tak ragu untuk mengajak Beliau SAW berkerja sama maupun bermitra.
2. Amanah, artinya terpercaya. Beliau SAW menjaga kepercayaan dalam berdagang. Tidak hanya kepercayaan dari pemilik barang, namun juga pelanggan dan orang-orang terkait bisnis tersebut.
3. Fathanah, artinya cerdas. Beliau SAW mempunyai strategi yang cerdik dalam berdagang. Beliau SAW mencari cara yang tepat dalam menghasilkan keuntungan, namun tidak dengan menipu orang lain. Beliau SAW tak pernah lupa menganalisis peluang-peluang yang datang dari sebuah tempat atau sekelompok masyarakat, sambil mengenali budaya masyarakat itu.
BACA JUGA: Rajin Bermaksiat Namun Rezeki Lancar dan Sukses Berbisnis
4. Tabligh, artinya menyampaikan. Beliau SAW memiliki kemampuan public speaking dan negosiasi yang baik. Beliau SAW ahli dalam membangun komunikasi, meyakinkan pembeli dan membangun reputasi bisnis yang baik. Komunikasi seperti ini amatlah penting dalam semua lini kehidupan termasuk juga dalam perekenomian.
Itulah empat sifat dasar yang dimiliki Rasululullah SAW, juga sifat yang tak hanya berlaku dalam berdagang, namun di setiap Beliau SAW menjalani segala aktivitas. Hal tersebutlah yang menjadikan Nabi Muhammad SAW menjadi manusia yang paling sempurna, dan menjadi teladan bagi kita semua. Juga seharusnya di zaman yang modern seperti sekarang ini, di saat semua teknologi semakin berkembang pesat, seorang pembisnis harus bisa memanajemen bisnisnya lebih baik lagi karena didukung dengan berbagai fasilitas yang tentunya lebih memadai dari zaman Rasulullah.
Tak sedikit kita temukan bahwa justru pada zaman modern seperti ini, kecurangan ada dimana-mana, dari penjual yang tidak jujur dalam menakar timbangan, mencampur bahan berbahaya di produknya, hingga membuat produk palsu yang berbahaya, begitu mirisnya. Semoga kita khususnya sebagai seorang pembisnis Muslim dapat bercermin pada manajemen Bisnis Rasulullah SAW tersebut.Aamiin. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.