“AKU menginginkan istri yang sholihah yang bisa menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia tarbiyahkan dengan baik hingga jadi pemuda ksatria serta mampu mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin.”
Begitulah impian luar biasanya Najmudin Ayyub, seorang penguasa Tikrit di Iraq. Sekian lama lelaki ini membujang demi sebuah harapan, dia hanya mau menikah dengan sosok wanita istimewa. Berbagai tawaran ditolaknya, bahkan ketika saudaranya memilihkan putri Malik Syah anak Sultan Muhammad bin Malik Syah Raja dari Bani Saljuk, atau putri Nidzamul Malik, mantan menteri agung zaman Abbasiyah.
BACA JUGA: Jika Dia Bilang Cinta
Suatu hari ketika ia duduk – duduk bersama seorang syaikh, datanglah seorang wanita yang mengadukan masalahnya, gadis itu telah menolak pinangan seorang pemuda. Di saat syaikh itu menanyakan kenapa dia menolaknya. Wanita itu mengatakan: “Aku ingin seorang pemuda yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan darinya anak yang menjadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin”.
Subhanallah! Kata – kata yang sama pernah diucapkan Najmuddin kepada saudaranya. Di dunia ini tak ada yang kebetulan semua telah ditaqdirkan-Nya. Barang siapa ikhlas niat karena Allah Azza wa Jalla semata maka Allah akan menolong dan memudahkan semua urusan hamba-Nya.
Keduanya akhirnya menikah, bukan karena kecantikan, ketampanan atau kedudukan, tetapi demi sebuah obsesi besar yang mempertemukan mereka. Bara kerinduan membuncah akan lahirnya insan pilihan yang mampu meninggikan panji – panji Islam.
Kala itu negeri kaum muslimin tengah dilanda kehinaan dengan bercokolnya kaum salibis di berbagai belahan dunia. Azam begitu membaja, do’a serta keshalihan mereka berdua akhirnya berbuah manis. Maka dari dua sosok spektakuler inilah lahirlah Sholahuddin Al Ayyubi, sang penakluk Baitul Maqdis.
Selamat wahai Najmuddin, sungguh labuhan cintamu membawa keberkahan bagi kejayaan Islam. Siapa yang tak kenal dia ? seorang pemberani yang rendah hati, dialah buah cinta yang tersemai dalam harumnya cinta sejati. Hingga detik ini kisahnya telah menginspirasi kaum muslimin untuk selalu berjuang meninggikan kalimat Tauhid Laailaahaillallah.
Ada banyak hikmah dari perjalanan cinta Najmuddin. Diantaranya adalah suami istri haruslah memilki visi, misi dan orientasi yang sama dalam pernikahannya. Tanpa tujuan yang jelas mustahil gambaran rumah tangga Islami yang penuh dengan mawaddah serta rahmat-Nya hanyalah mimpi dan sulit diwujudkan. Satu hal lagi betapapun hebat dan terlihat menakjubkan target – target yang di cita – citakan pasutri namun tanpa ilmu, semangat, dan komitmen kuat untuk mewujudkan obsesi – obsesinya semua itu tak ada manfaatnya.
Di sinilah pasutri perlu bersinergi dan selalu berkolaborasi agar pernikahannya selalu sukses lahir batin, dunia maupun akhirat. Termasuk para calon pasutri, tak ada salahnya anda memupuk asa sebagaimana cerita Najmuddin. Bersemangatlah jangan engkau pesimis dan ragu. Bercita – citalah melahirkan generasi pembuka Roma.
Point penting kedua yang dapat diteladani dari pernikahan istimewa diatas bahwa faktor kesholihan kedua orang tua memilki kontribusi besar dalam mencetak generasi Rabbani. Sebagaimana pepatah yang cukup populer,dengan dasar agama Islam yang baik dan benar tentunya mereka akan berjuang keras agar keturunannya mempunyai kualitas serta kuantitas agama yang bagus bahkan mungkin melebihi keshalihan keduanya.
BACA JUGA: 4 Unsur dalam Cinta
Memiliki anak banyak, tak masalah selama pasutri mampu memberikan pendidikan terbaik pada semua anaknya. Bukankah mendidik anak dan membimbing anak lebih sulit dibandingkan dengan melahirkannya?. Mentarbiyahnya butuh ilmu, semangat kesabaran dan do’a yang tak kenal henti.
SUMBER: MUSLIMAH