Oleh: Rosandi Ardi Noegraha
Dosen dan Pegiat Sosial
rosandiardinugraha@gmail.com
KADER dakwah itu bukan utusan Allah. Tidak dilahirkan sebagai makhluk tanpa dosa seperti malaikat. Kader dakwah adalah manusia biasa yang lahir sebagaimana umumnya. Berdosa dan bersalah merupakan sifat yang akan menyertai manusia biasa seperti para kader dakwah. Sama halnya dengan rasa lapar dan haus yang menyertai manusia sepanjang hidupnya.
Rasulullah SAW bersabda,
كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap bani adam berbuat dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah).
Hadits Nabi SAW di atas, menyatakan bahwa setiap anak Adam melakukan perbuatan dosa, mereka pasti pernah melakukan kesalahan.
Tetapi jangan disalahartikan bahwasanya melakukan perbuatan dosa itu adalah sesuatu yang dimaklumi dan dipahami sebagai perbuatan manusiawi yang harus ditolerir, karena Nabi menjelaskan perlu adanya taubat dan berlepas diri dari perbuatan dosa.
Sebagai renungan, ada suatu kalimat agung yang sangat berharga, dari lisan Umar bin Abdul Aziz ra, “Semoga Allâh merahmati orang yang menunjukkan kepadaku kesalahanku.” Sebuah ungkapan yang mudah diucap namun sulit untuk dipraktikkan kecuali oleh mereka yang memiliki jiwa besar, kokoh, hati yang suci, dan tawadhu, yang mampu dan siap menerima serta menyadari aib yang ada pada dirinya, menghadapinya dengan tegar, dan kemudian fokus pada usaha untuk selalu memperbaikinya.
Itulah sejatinya sikap seorang kader dakwah yang terlanjur melakukan kesalahan, kekhilafan, dosa dan maksiat. Sementara sikap kita terhadap kader dakwah yang bersalah adalah menutup aibnya, Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak.” (Shahih Muslim].)
Menutup aib orang lain hukumnya wajib seperti haramnya membuka aib orang lain. Sebab tidak ada manusia yang ingin aibnya diketahui semua manusia.
Tentu saja kita berharap Allah menutupi segala aib yang kita miliki bukan? Baik aib yang sepele maupun aib yang memalukan. Maka, itulah yang dijamin Allah bagi siapa saja yang mampu menutupi aib sesama muslim.
Sebagai seorang Muslim yang baik, kita harus belajar menjaga kekurangan orang lain. Berupaya untuk merenungi diri sendiri, karena kita pasti punya kekurangan dan aib. Merendahkan, mencaci memaki kesalahan muslim lainnya bukanlah sikap yang mulia dan bijaksana.
Alangkah baiknya jika kita menutup rapat aib sesama dan menjaga kehormatannya, karena orang yang menutupi aib saudaranya, Allah akan menjaga aibnya di dunia dan di akhirat nanti.
Mengutip ungkapan guru kita semua, almarhum KH. Rahmat Abdullah, semoga Allah SWT merahmatinya. “Setiap marhalah itu ada rijalnya, ada masalahnya. Jadi masing-masing kita ada cobaannya dari Alloh SWT, begitu juga dakwah kita. Obatnya adalah kesabaran, keikhlasan antum, pengorbanan temen-temen dan kita kembali ke asholah dakwah ini.”
“Ya Allah, jangan Engkau tanamkan di hati kami kesombongan dan kekasaran terhadap sesama hamba beriman. Bersihkan hati kami dari benih-benih perpecahan, pengkhianatan dan kedengkian,” (doa syaikhuna tarbiyah Rahmat Abdullah Allahu yarham). Hasbunallaah wanimal wakiiil nimal maulaa wa nimannashiir. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.