KETIKA perang Uhud, Hindun lah yang telah mengoyak perut dan dada Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia memakan hati Hamzah karena dendam kesumat terhadap Hamzah karena telah membunuh suaminya dan sanak saudaranya pada perang Badar. Dendam kesumat mengubahnya menjadi wanita jahat dan bengis.
Dua puluh tahun kemudian, semua berubah. Kaum Muslim yang dahulu terpukul mundur kini menjadi kekuatan besar yang sulit dikalahkan.
BACA JUGA: Antara Saya, Abu Sufyan, dan Hindun
Hari itu tanggal 10 Ramadhan 8 H Rasulullah bersama pasukannya merangsek masuk ke Makkah. Para panglima besar Islam, yakni Khalid bin Walid, Zubair bin Awwam, Abu Ubaidah bin Jarrah memimpin pasukan masing-masing. Peristiwa tersebut kemudian dikenal dengan ‘Fathu Makkah’ atau penaklukan kota Makkah.
Perintah Rasulullah dalam menaklukkan kota Makkah berawal dari pengkhianatan kaum Quraisy terhadap perjanjian Hudaibiyah.
Abu Sufyan bin Harb, berkali-kali meminta maaf kepada Rasulullah dan para sahabat atas pelanggaran perjanjian tersebut. Namun, tak ada seorang pun yang mau menerima. Karena kondisi terdesak Abu Sufyan menyatakan diri masuk Islam. Ia pun akhirnya mendapatkan ampunan dan perlindungan.
Abu Sufyan datang ke Makkah dan mengabarkan kepada orang-orang tentang keislamannya serta mengabarkan kepada orang-orang tentang kedatangan Rasulullah dan pasukannya. Ia mengingatkan orang-orang untuk masuk Masjid, masuk ke rumahnya, atau masuk ke rumah masing-masing jika ingin selamat. Hindun sangat marah tatkala mengetahui suaminya Abu Sufyan masuk Islam.
Sekalipun suaminya telah masuk Islam, namun Hindun dengan sombongnya belum mau memeluk Islam padahal saat itu dia berada dalam ketakutan. Takut Rasulullah menuntut balas atas kematian pamanya Hamzah bin Abdul Muthalib.
Namun pada hari kedua Fathu Makkah, Hindun yang semula begitu sombong dan angkuh, akhirnya luluh. Ia mengatakan kepada suaminya ingin bergabung dengan Islam.
“Mengapa engkau tiba-tiba ingin bergabung bersama Rasulullah?” tanya Abu Sufyan.
“Aku kagum dengan kaum Muslim. Belum pernah aku saksikan kota Makkah penuh dengan ribuan orang yang rukuk dan bersujud,” jawab Hindun.
Maka, bersama kaum wanita lainnya, Hindun datang kepada Rasulullah untuk berbaiat. Melihat raut wajah Rasulullah yang teduh dan tanpa dendam, Hindun mengungkap siapa dirinya.
BACA JUGA: Kisah Bai’at Hindun binti ‘Utbah yang Sombong
Hindun berlega hati. Ia mengikuti baiat untuk tidak berbohong, tidak berzina, tidak menyelisishi Rasulullah dan tidak berkhianat. Sejak hari itu, Hindun resmi menjadi muslimah.
Hindun membuang semua masa jahiliyahnya dengan sungguh-sungguh, kemudian ia menjadi wanita yang taat kepada aturan Allah serta banyak melakukan shalat, zakat, bersedekah, shalat malam. Tak patah semangat dalam mengejar ketertinggalan keislamannya dengan yang lain. Tak lama setelah ia masuk Islam Rasulullah wafat. Hindun sangat terpukul, sebab ia merasa belum seberapa menghapus segala keburukan yang ia lakukan terhadap beliau dan umat Islam. []
Referensi: 77 Cahaya Cinta di Madinah/ Penulis: Ummu Rumaisha/Penerbit: Al-Qudwah Publishing/ Februari, 2015