KETEGANGAN memuncak di Yerusalem menyusul serangan pembakaran di sebuah masjid beserta grafiti anti-Palestina. Selain itu, larangan mendekati Masjid Al Aqsha terhadap ulama terkemuka Palestina juga memicu ketegangan tersebut.
Serangkaian peristiwa terjadi sebelum peristiwa pembakaran masjid yang menjadi puncak ketegangan antara Palestina-Israel di Yerusalem Timur baru-baru ini.
1. Peringatan Holocaust di Yerusalem beberapa waktu lalu, dihadiri oleh pejabat tinggi dan kepala negara dari seluruh dunia termasuk Emmanuel Macron, Presiden Prancis. Kunjungan itu didahului oleh konfrontasi antara Macron dan polisi Israel yang berusaha menghentikannya mengunjungi Gereja St. Anne dan pertemuannya di sana dengan para pemimpin Kristen Palestina. Macron mengunjungi Al-Aqsa, memberikan pemberitahuan hanya 45 menit kepada kepala Wakaf Islam di Yerusalem Sheikh Azzam Khatib. Tetapi tidak ada koordinasi resmi dengan Israel, Palestina atau Yordania. Macron diterima dengan baik di situs suci, dan kemudian bertemu pedagang lokal di kota tua. Dia juga mengunjungi Tembok Barat. Para pejabat Israel kecewa dengan kunjungan Macron ke ke Al-Aqsa yang tidak secara resmi dikoordinasikan dengan pihak politik mana pun.
BACA JUGA:Â Pemukin Yahudi Membakar Sebuah Masjid di Yerusalem Timur
2. Adanya seruan para pemimpin Muslim kepada para jamaah untuk menghadiri sholat subuh pada hari Jumat. Setidaknya 50.000 orang muncul, menyebabkan pemerintah Israel panik. Para jamaah juga membawa Syekh Ekrima Sabri, yang dilarang mendekati Al-Aqsha oleh Israel.
Syekh Sabri mengatakan kepada Arab News bahwa dia belum menerima larangan tertulis untuk menghentikannya memasuki masjid ketika dia memasukinya pada hari Jumat. Hari berikutnya tentara Israel muncul di rumahnya pada jam 2 pagi dan menyerahkan larangan empat bulan untuk memasuki Al-Aqsa. Syekh Sabri mengatakan keputusan itu adalah “pembalasan atas gambar yang beredar di seluruh dunia.”
Dia juga mengatakan dia akan menemui pengacaranya dan sesama pemimpin Muslim untuk memutuskan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Fadi Hidmi, menteri Palestina urusan Yerusalem, mengatakan kepada Arab News bahwa Israel telah menunjukkan bahwa mereka tidak menghormati tempat-tempat suci atau para pemimpin agama.
3. Tindakan yang diambil muslim dinilai sebagai bentuk kekhawatiran akan masjid suci serta cerminan hilangnya kepercayaan mereka dalam semua upaya untuk menenangkan perjuangan mereka.
Wasfi Kailani, direktur eksekutif Dana Hashemite, menilai, peningkatan situasi telah menyebabkan banyak orang khawatir.
“Muslim khawatir tentang masjid mereka dan tindakan mereka mencerminkan hilangnya kepercayaan mereka dalam semua upaya untuk menenangkan mereka,” katanya kepada Arab News.
Sementara itu, Mahdi Abdul Hadi, direktur think tank PASSIA di Yerusalem dan anggota Wakaf Islam, mengatakan kepada Arab News bahwa setelah 52 tahun pendudukan, rakyat Yerusalem telah membuktikan bahwa persatuan dan rasa kebersamaan mereka adalah aset terkuat bagi warga Palestina di kota suci.
BACA JUGA:Â Mayoritas Milenial Palestina dan Israel Yakini Konflik Palestina-Israel Tak akan Berakhir
4. Serangan pembakaran terjadi masjid di Beit Safafa dan serangan rasis dilakukan oleh pemukim Yahudi yang menganggap orang Arab sebagai musuh. Arson dicurigai sebagai pelaku serangan tersebut.
Ziad Abu Zayyad, mantan menteri urusan Yerusalem di pemerintah Palestina, mengatakan kepada Arab News bahwa serangan terhadap masjid-masjid dan para pemimpin Yerusalem telah menjadi norma bagi Israel dan sikap anti-Palestina Israel telah menjadi bukti yang nyata bagi dunia bahwa demikianlah wajah Israel yang sesungguhnya.
Kendati, perdamaian antara Palestina-Israel terus diupayakan oleh pihak berwenang, ketegangan di wilayah sengketa terus berlanjut seiring tindakan kedua belah pihak yang dilakukan atas kekhawatiran masing-masing. []
SUMBER: ARAB NEWS