SUATU hari Nabi SAW bertanya, “Hai Abul Munzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?”
Ia menjawab “Hanya Allah dan Rasulnya yang tahu!”
Nabi mengulangi pertanyaannya, “Hai Abul Munzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?”
BACA JUGA: Ayat Ini Bikin Abdullah ibn Umar Tak Jadi Cerai
Maka jawabnya: “Allahu Laa Ilaaha Illa Huwal Hayyul Qayyumu. Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Hidup lagi Maha Pengatur.”
Terceritakan Abul Munzir atas ilmu yang dikaruniakan Allah kepadanya itu tiada lain dari Ubai bin Ka’ab. Ubai ialah salah satu perintis penulis wahyu dan penulis-penulis surat. Dalam menghafal, membaca dan menghayati Al-Quranul Qarim ia tergolong orang terkemuka.
Bahkan Nabi pernah berkata padanya, “Namamu dan turunanmu berada di tingkat tertinggi… !”
Dapat kita ketahui jika orang Muslim yang mampu mencapai kedudukan seperti ini di hati Nabi ialah seorang yang agung, amat agung.
Bila Ubai berbicara di hadapan khalayak ramai, maka semua telinga akan terpasang. Sebab, bila ia berbicara mengenai agama tak ada seorang pun yang ia takuti dan tiada maksud buruk yang sengaja ia tutupi. Hanya satu yang ia cemaskan, ialah datangnya suatu generasi ummat bercakar-cakaran sesama mereka. Seperti dalam satu ayat diantara ayat-ayat mulia yang apabila terdengar olehnya maka ia akan diliputi kecemasan dan rasa takut.
BACA JUGA: Kisah ketika Turunnya Ayat tentang Khamr
“Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya).” (Qs Al An’am 65)
Sangatlah wajar jika semua itu terjadi padanya. Karena ia berpegang kepada ketakwaannya dan tak terpedaya ataupun terlena kancah kemewahan. Mengenai dunia, ubai pernah melukiskannya sebagai berikut: “Sesungguhnya makanan manusia itu sendiri, dapat diambil sebagai perumpamaan bagi dunia: biar dikatakannya enak atau tidak tetapi yang penting menjadi apa nantinya?” []
Sumber: Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah/Pengarang: Khalid Muhammad Khalid/Penerbit: Diponegoro. Edisi/ Cet ke, : Cet 20. Tahun Terbit: 2006
Redaktur: Dini Koswarini