TIDAK ada yang namanya “madzhab tarjih“, jika yang dimaksud adalah kumpulan pendapat yang hanya memuat pendapat yang rajih saja, dengan standar pemikiran tertentu. Yang ada adalah tarjih antar pendapat, dan ini ma’ruf bagi yang bergelut dalam fiqih dan ushul fiqih. Bahkan pendapat ulama madzhab yang empat pun, merupakan hasil tarjih mereka, baik tarjih antar dalil, maupun tarjih antar pendapat ulama.
Dalam konteks kekinian, jika seseorang bicara tarjih, dan mengaku mengikuti tarjih atau pendapat yang rajih, maka itu ada dua kemungkinan:
1. Ia taqlid pada tarjih seorang ulama atau kumpulan ulama.
BACA JUGA: Menghormati Ulama, Meski Berbeda Aliran Pemikiran
2. Ia melakukan tarjih secara mandiri, karena sudah cukup alat untuk melakukan tarjih.
Untuk poin 2, itulah tarjih sebenarnya. Sayangnya hanya sedikit yang mampu melakukannya. Sedangkan poin 1, itu taqlid namanya. Boleh-boleh saja, asal yang bersangkutan tahu diri dan mengaku taqlid kepada Syaikh fulan, bukan malah dengan ‘pede’-nya berkata, “Yang rajih menurut saya adalah…”.
Ini dari sisi pengambilan pendapat.
Adapun dari sisi proses belajar dan tafaqquh, maka ada dua metode:
1. Metode belajar mengikuti madzhab tertentu, dengan mempelajari kitab-kitab madzhab dari level mubtadi, mutawassith, hingga muntahi. Juga belajar ushul fiqih dan qawa’id fiqhiyyah dari madzhab tersebut.
Inilah metode yang dianjurkan oleh para fuqaha dari zaman ke zaman, dan terbukti melahirkan banyak sekali ahli fiqih.
2. Metode non-madzhab. Ada yang bertafaqquh dari kitab Hadits dan syuruhat-nya. Ada juga yang belajar dari kitab fiqih non-madzhab yang ditulis oleh ulama kontemporer, seperti Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq atau karya-karya Al-Albani.
Metode semacam ini, meski jelas banyak faidahnya, dikritik oleh banyak ulama, dan dianggap akan lepas banyak persoalan yang dibahas secara rinci dalam kitab-kitab madzhab. Juga sangat mungkin goncang secara ushul, terutama bagi pemula. Metode ini tak cocok untuk proses belajar.
Bagaimana kalau ber-tafaqquh dari kitab perbandingan madzhab? Kitab fiqih perbandingan madzhab itu kitab pengayaan, yang sangat bagus dibaca oleh yang sudah belajar fiqih sebelumnya, bukan untuk orang yang baru mau meniti belajar fiqih.
BACA JUGA: Bermadzhab Secara Terbuka dan Menerima Kebenaran dari Ulama Manapun
Jadi, untuk metode belajar, mengikuti saran banyak sekali ulama, adalah dengan belajar melalui tradisi madzhab tertentu, menghafal masail-nya, memahami dalil dan istidlal-nya. Tentu, agar lebih komplit, juga dengan menelaah kitab hadits dan syarah-syarahnya terkait ahkam syari’ah, dan memperkaya bacaan dengan melihat karya-karya ulama kontemporer.
Jadi, untuk menambah faidah, silakan baca karya Sayyid Sabiq, Al-Albani, Al-Qaradhawi, Ar-Raisuni, dll, agar wacana fiqih kita semakin luas dan dalam. Namun jangan lupa, sebagai dasar, pelajari dulu fiqih dari satu madzhab/madrasah tertentu.
Wallahu a’lam. []
Facebook: Muhammad Abduh Negara