Jefri Al Buchori atau lebih dikenal sebagai Uje (lahir di Jakarta, 12 April 1973 – meninggal di Jakarta, 26 April 2013 pada umur 40 tahun) adalah seorang pendakwah (ustaz), penyanyi, dan aktor berkebangsaan Indonesia. Perjalanan hidup Jeffry Al Buchori sungguh dahsyat. Penuh gejolak dan tikungan tajam. Proses pergulatan yang luar biasa ia alami sampai ia menemukan kehidupan yang tenang dan menenteramkan. Simak kisahnya berikut ini yang disarikan dari berbagai sumber.
_______
UJE mengaku bahwa masa lalunya sangat kelam. Adapun kemudian ia mau menceritakannya, ia berharap perjalanan hidupnya bisa menjadi pelajaran bagi orang lain.
Terlahir dengan nama Jeffry Al Buchori Modal pada 12 April 1973 di Jakarta, Uje adalah anak tengah, ke-3 dari lima bersaudara. Tiga saudara kandung Uje laki-laki, dan yang bungsu adalah perempuan. Layaknya bersaudara, hubungan Uje dan saudara-saudaranya berlima cukup dekat. Kadang-kadang ditingkahi dengan persilihan kecil namun dalam tahap wajar saja. Apalagi, jarak usia mereka tidak berjauhan.
Apih (panggilan Jefri untuk ayahnya, Red.), M. Ismail Modal, adalah pria bertubuh tinggi besar asli Ambon, sedangkan Umi, begitu Uje biasa memanggil ibu, Tatu Mulyana asli Banten. Apih mendidik Uje bersaudara dengan sangat keras. “Tapi, kalau tidak begitu, aku tidak akan merasakan manfaat seperti sekarang. Kalau kami sampai lupa shalat atau mengaji, wah, jangan ditanya hukuman yang akan diberikan Apih,” tutur Uje suatu kali suatu media.
Dalam hal agama, Apih dan Umi memang mendidik Uje dan saudaranya secara ketat. Namun, sebetulnya Umi adalah seorang ibu yang amat sabar dan lembut dalam menghadapi anak-anaknya. Apih pun orang yang selalu bersikap obyektif. Apih akan membela keluarganya mati-matian bila memang keluarganya yang benar. Sebaliknya dia tidak segan-segan menyalahkan Uje dan saudaranya bila memang berbuat salah.
Berada di lingkungan keluarga yang taat agama membuat Uje menyukai pelajaran agama. Sewaktu kelas 5 SD, Uje pernah ikut kejuaraan MTQ sampai tingkat provinsi. Selain agama, pelajaran yang juga disukai adalah kesenian. “Entah mengapa, aku suka sekali tampil di depan orang banyak. Oh ya, setelah kenaikan kelas, dari kelas 3 aku langsung melompat ke kelas 5. Jadilah aku sekelas dengan kakakku yang kedua,” kata Uje.
BERKEPRIBADIAN GANDA
Lulus SD, Apih memasukkan Uje dan kedua kakaknya ke sebuah pesantren modern di Balaraja, Tangerang. Papa Uje ingin anak-anaknya mendalami pelajaran agama. Rupanya tidak semua keinginannya bersambut, semua ini karena kenakalan Uje sendiri.
Orang bilang, anak tengah biasanya agak nakal. Dan itu itu berlaku pada Uje. Sebagai anak tengah, Uje sering membuat orang tua kesal. Di pesantren, Uje juga sering berulah.
Menurut pengakuan Uje, salah satu kenalakannya, di saat yang lain shalat, ia malah diam-diam tidur. Kenakalan lain, kabur dari pesantren untuk main atau nonton di bioskop adalah hal biasa. Sebagai hukumannya, kepala Uje sering dibotaki. Tapi, tetap saja Uje tak jera.
“Tampaknya aku seperti punya kepribadian ganda, ya. Di satu sisi aku nakal, di sisi lain keinginan untuk melantunkan ayat-ayat suci begitu kuat. Tiap ada kegiatan keagamaan, aku selalu terlibat,” ujar Uje. Bersama kedua kakaknya, Uje juga pernah membuat drama tanpa naskah berjudul Kembali Ke Jalan Allah yang diperlombakan di pesantren. Ternyata karya mereka itu dinilai sebagai drama terbaik se-pesantren.
Bahkan, Uje juga juara lomba azan, lomba MTQ, dan qasidah. Akan tetapi, entah kenapa, Uje masih juga nakal. Tinggal dalam lingkungan pesantren, kelakuan buruk Uje bukannya berkurang, malah makin menjadi. Puncaknya, Uje bosan bersekolah di pesantren.
Akhirnya, hanya empat tahun Uje di pesantren. Dua tahun sebelum menamatkan pelajaran, Uje keluar. “Lalu, Apih memasukkanku ke sekolah aliyah (setingkat SMA, Red.). Rupanya keluar dari pesantren tidak membuatku lebih baik. Aku yang mulai beranjak remaja justru jadi makin nakal.” []
BERSAMBUNG