Oleh: Muhammad Fahmi
fahmiikhsan28@gmail.com
SIFAT mulia ilmu hanya bisa diungkapkan melalui pemikiran yang dilakukan oleh akal. Akal adalah sumber dan mata air pengetahuan serta pondasi dasar ilmu. Pengetahuan laksana buah, dan ia tumbuh dari akal. Atau, seperti cahaya matahari bagi penglihatan mata zhahir yang terang benderang.
Bagaimana kita tidak akan menghargai dan menghormati keberadaan akal kalau ia menjadi sebab bagi adanya keberuntungan serta kebahagiaan di alam dunia maupun akhirat kelak? Adakah yang membedakan antara binatang dan manusia kecuali pada anugerah berupa akal?
Bahkan binatang bertumbuh besar yang mempunyai kekuatan lebih dahsyat ketimbang manusia sekalipun akan merasa takut ketika melihat manusia, karena mengetahui bahwa manusia dapat membuat perangkap dan jebakan dengan akal yang dimlikinya.
Oleh karena itu Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Kedudukan seorang syaikh atas kaumnya seperti kedudukan nabi terhadap para sahabatnya.”
Semua itu bukan lantaran kekayaan, keelokan tubuh, atau kekuatan seorang syaikh itu sangat besar. Akan tetapi, lebih karena pengalaman matang dalam olah akalnya. Karena itu pula, ketika melihat beliau yang agung, kita dapat memahami mengapa orang jahil yang berprilaku seperti binatang dan berniat membunuh Rasulullah Saw, gemetar dan merasakan takut yang sangat mencekam.
Sebab, pada wajah beliau tampak cahaya kenabian yang cemerlang, meskipun kemuliaannya tersembunyi dalam jiwa maupun akalnya.kemuliaan akal disebutkan dengan istilah nur atau cahaya dalam ayat berikut ini, “Allah adalah cahaya langit dan bumi. Cahaya nya ibarat celah.” (24]:35).
Rasululah Saw juga pernah bertanya kepada Malaikat Jibril AS. “Apa yang dimaksud dengan kata al- su’dad? “ Malaikat Jibril menjawab, “Akal’.
Hakikat dari akal manusia ialah naluri yang ia gunakan untuk memahami berbagai bentuk pengetahuan yang bersifat empiris. Sementara fungsi dari akal manusia laksana cahaya yang dimasukan ke dalam relung sanubarinya, yang dengan akal itu manusia siap untuk memahami segala sesuatu.
Dan eksistensi akal tentu berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan naluri yang mengiringinya. []