DALAM kehidupan, selalu saja ada masalah dan perselisihan di antara manusia, hampir di semua keadaan, waktu dan tempat, ada saja pemicunya, dan tidak sedikit yang pada ujungnya menimbukan perpecahan, dendam dan bahkan pertumpahan, kita berlindung pada Allah dan mohon dijauhkan hal tersebut.
Perselisihan ternyata tidak hanya terjadi pada saat ini saja, tapi juga terjadi dalam kehidupan Rasulullaah SAW, dan juga sahabatnya. Sebagai contoh perselisihan antara sahabat yang bernama Abu Dzar Al-Ghifari dan Bilal bin Rabah, dua sahabat Nabi SAW, berselisih paham.
BACA JUGA: Lakukan 5 Hal Ini Supaya Mudah Memaafkan
Ketika berselisih Abu Dzar menghina Bilal bin Rabbah, dan dilaporkan kepada Rasulullah SAW, seketika di tegur dan di nasehti oleh Nabi Saw, mendengar nasihat Rasulullah, Abu Dzar menangis dan memohon ampunan kepada Allah SWT. Ia menyesali ucapnya yang menghina Bilal sebagai orang yang jelek berkulit hitam. Ia pun berjanji di hadapan Nabi untuk tidak mengulanginya dan segera memohon maaf kepada Bilal.
Abu Dzar pun mendatangi Bilal lalu tersungkur bersujud dan memohon Bilal untuk menginjak wajahnya. Ia menempelkan pipinya diatas tanah yang berdebu dan dilumpurkannya pasir kewajahnya berharap Bilal mau menginjaknya. Berulang kali Abu Dzar memohon agar Bilal menginjak wajahnya.
“Injaklah wajahku, wahai Bilal! Injak wajahku! Injak wajahku Bilal! Demi Allah Injaklah wajahku, wahai Bilal! Aku berharap dengannya Allah akan mengampuniku dan mengampuni sifat jahiliyah dari jiwaku!”
Namun Bilal tetap berdiri kukuh pada tempatnya. Bahkan Bilal menangis mendapati Abu Dzar sedemikian terpukulnya. Ia kemudian berkata, “Semoga Allah mengampunimu, Abu Dzar. Aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku di muka yang penuh cahaya sujud pada Allah itu.” Keduanya lalu menangis dan akhirnya berpelukan.
Kisah perselisihan yang terjadi antara dua sahabat Nabi Muhammad Saw diatas menunjukan bahwa sekualitas dan semulia Bilal dan Abu dzar RA, masih terjadi, karena itulah perlu kita semua sadari bahwa jangan sampai perselisihan menimbulkan dendam berkepanjangan, ada dua hal yang perlu sama-sama kita renungi di bawah ini, yaitu
1. Di saat orang bersalah pada kita, di saat yang sama kita juga pernah bersalah pada orang lain, maka maafkanlah
2. Di saat kita berbuat salah pada orang lain, di saat sama orang lain juga melakukan kesalahan kepada kita, maka segeralah meminta maaf
Meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang lain adalah keutamaan, sekaligus menunjukan sifat yang agung, perintah memaafkan Allah Swt jelaskan pada rangkaian surah Al-Imran ayat 133-134: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, Allah menyediakan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang atau sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Qs. Al-Imran: 133-134).
Allah dalam ayat di atas menjelaskan bahwa sifat penghuni surga adalah orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain kepadanya.
Kemudian perintah untuk meminta maaf jika kita bersalah, terdapat dalam Hadits Nabi Muhammad SAW “Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya kepada saudaranya, baik berupa kehormatan badan dan harta atau lain-lainnya, hendaknya segera meminta halal dan maafnya sekarang juga, sebelum datang suatu hari yang tiada manfaatnya harta dan dinar atau dirham. Jika ia punya amal shalih, akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan kepadanya.” (HR Bukhori Muslim).
Kata maaf berasal dari bahasa Al-Quran alafwu yang berarti “menghapus”, yaitu yang memaafkan menghapus bekas-bekas luka di hatinya. Belumlah dikatakan memaafkan, jika masih ada tersisa bekas luka itu didalam hati, bila masih ada dendam kusumat yang membara.
Bisa kita pahami adalah manusiawi, ketika mulut sudah berucap memaafkan, tetapi masih ada ganjalan dalam hati, itu berarti masih dalam tahap “usaha menahan amarah”. Tetapi berupayalah untuk menghilangkan noda-noda itu, sebab jika hilang semua rasa kecewa, benci, sakit hati, dan dendam, kita baru bisa dikatakan sudah memaafkan orang lain.
BACA JUGA: Jadilah Orang yang Mudah Memaafkan
Agama Islam mengajarkan pemeluknya untuk saling maaf memaafkan. Dan memberikan posisi tinggi bagi pemberi maaf. Karena sifat pemaaf merupakan sebagian dari akhlak mulia, sifat penghuni syurga, yang harus di amalkan seorang Muslim yang bertakwa kepada Allah swt.
Allah Swt berfirman, “Maka barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah.” (Qs. Asy-Syura : 40).
Semoga Allah SWT menganugerahi kita sifat pemaaf, mudah memaafkan kesalahan orang lain dan mudah menerima, mengakui dengan jujur jika kita bersalah atau berbuat zalim kepada orang lain, dan segera meminta maaf kepadanya. Hasbunallah wanimal wakiil nimal maulaa wanimannashiir. []