SERING kita merasa takwa, merasa suci dan dekat pada-Nya. Kita shalat, tapi lalai melaksanakannya. Kita berdoa, tapi tanpa kekhusyuan jiwa. Kita menyebut asma-Nya, tapi hanya ucapan lisan belaka.
Sering kita mengingat cinta-Nya, tapi lebih sering mengingkari-Nya. Diberi rezeki, tapi lupa untuk bersyukur. Diberi cobaan, tapi lupa untuk bersabar. Dikaruniai kesehatan, tapi lalai memanfaatkannya. Diberi usia, tapi abai menggunakannya dalam kebaikan.
BACA JUGA: Alquran Peringatkan agar Jangan Merasa Diri Paling Suci
Sering kita merasa paling hebat, tapi hidup tak banyak bawa manfaat. Merasa paling benar, tapi jauh dari kebenaran. Merasa paling pintar, tapi tidak banyak membawa kebaikan.
Sering kita berbuat dosa, menyesal dan merasa bersalah. Tapi lantas melupakannya, mengulanginya, dan melalaikan semuanya. Seolah tak berbuat salah, seolah dosa bebas tanpa balas.
Sering kita merindukan ampunan, tapi dosa terus dilakukan. Merindukan kebaikan, tapi selalu melakukan kesalahan. Merindukan kesucian, tapi hidup bergelimang kotoran. Mengharapkan surga, tapi perbuatan menuntun ke dalam neraka.
Sering kita merasa jijik pada orang lain yang bergelimang dosa, sementara diri sendiri tak luput dari kesalahan. Bahkan mungkin lebih besar, lebih parah, dan lebih menjijikkan.
Oh Rabbi, ampuni hamba-Mu ini.
Karena dosa, hidup terasa hampa. Hadir di tengah-tengah keramaian, tapi terasa sepi dalam kesendirian. Wajah boleh ceria, tapi hati berbalut duka. Ada canda mengundang gelak tawa, tapi di balik keceriaan itu berderai air mata. Kebahagiaan semu. Di depan keluarga, saudara dan sahabat, bibir boleh tersenyum manis, tapi dibelakang itu menangis amatlah miris.
Ada apa?
Entahlah…
BACA JUGA: 5 Perkara Ini Membuat Anda Tersenyum
Tapi paling tidak kita bisa merenung, boleh jadi perasaan merasa bertakwa, merasa suci dan tanpa dosa, inilah dosa yang sesungguhnya. Dosa yang menghadirkan kesedihan.
Merasa takwa dan tanpa dosa, itu hanya perasaan saja. Hanya takwa yang bisa mengundang kebahagiaan.
Yang santun pada Rabbnya. Yang khusyuk dalam shalatnya. Yang sungguh-sungguh dalam doanya. Yang hatinya selalu terpaut pada-Nya. Niscaya tenang hatinya. Tertata, rapi dan teratur urusannya. Alangkah indah kehidupannya.
Sebuah syair menyebutkan, “Walastu araa as sa’adata jam’u maalin walakin at tauqaa lahiya assa’iidu. Kebahagiaan bukanlah mengumpulkan harta benda, tapi takwa pada Allah SWT.” []